Ketika Kau Bilang Kau Akan Pergi

Kulempar sebuah pertanyaan biasa, serta merta, tepat di wajahmu.

Kenapa?

Lalu wajahmu enggan memberikan jawaban. Mengatur ulang susunan kalimat yang telah dirancang. Tapi aku harus menatapmu lekat-lekat, menuduhmu tersangka. Belum usai bibirku menganga bekas huruf terakhir, belum usai keningku dari kerut kecil keterkejutan, belum rampung mataku hendak mencari makna.

Engkau telah kembali pada teduhnya seksama pandangan. Kembali pada senyum samar yang menyembunyikan.

Seketika kalimat demi kalimat, persis badai kerikil kering yang terlempar kemudian teronggok memenuhi rongga dadaku, sesak dan sakit.

Kau bilang ini mungkin perpisahan, yang mana mencegahpun aku tak memiliki keberdayaan. Kau bilang kelak akan ada malaikat yang menggantikan, yang mana aku kemudian merasa mendekat pada kematian.

Lalu, keserakahan-keserakahan itu muncul entah darimana. Semakin menyesaki dadaku yang penuh oleh ketandusan, satu kata dari kepergianmu.

Kenapa?

Tidakkah kau ingin tahu?

Aku tahu duniamu bukan hanya pada diriku, namun aku masih ingin kau disini, satu-hanya untukku. Keserakahan pertama.

Aku tahu kau mungkin benar mengenai orang lain yang kelak bertandang, namun aku masih ingin itu dirimu, yang kembali. Keserakahan kedua.

Aku tahu keberadaan kita terhalang jarak yang membuatku terkekang, oleh karenanya aku ingin membelenggumu. Keserakahan ketiga.

Aku tahu, bahwa aku tidak tahu sebuah nama yang Tuhan peruntukkan bagiku. Oleh karenanya kau terus berada dalam doaku, peruntukanku. Keserakahan keempat.

Kenapa?

Karena kau bilang kau akan pergi.

Dan aku tidak terima itu, meski aku tersenyum mengantarkan langkahmu, mendoakanmu, dan memberikan salam selamat jalan.

Kenapa?

Karena aku tidak suka semenjak kau bilang kau akan pergi.

Bandungan, 20 Maret 2016

Sumber gambar : Google

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar: