Bubuk Kopi bag 2

Tata pov

Aku sudah pernah bilang aku tak peduli kau menganggapku apa. Terserah kau ada dimana dengan siapa. Aku sudah meletakkan dirimu di tempat teragung dalam ruang puja hatiku. Hatiku sudah karatan, melebih-lebihkanmu dalam keabadian. Aku mungkin saja menyingkirkan tuhan? Ah tidak, enggkau yang selalu mengingatkanku akan Dia, segala ayat-ayat ketuhanan, penerimaan. Aku mungkin saja menjadi hamba ketersesatan, mengungkung hatiku dalam keteraniayaan, rajam.

Aku pernah bilang bahwa minum kopi atau tidak aku akan mati, meski engkau selalu mengingatkanku. Bagaimana bisa aku lupa pada tuhan jika karenamulah jengkal-jengkalku mendekat kepada kematian.

Aku tidak peduli engkau menganggapku apa. Mencintaimu membuat hatiku hidup, mencintai kopi membuat ragaku hidup. Dengan keduanya kepercayaanku kepada tuhan menjadi hidup, semakin hari semakin dalam.

Tuhan tidak merahasiakan apapun diantara kita, aku bahkan hanya diam membisu mengetahui dengan siapa engkau menyambung ikatan silsilah hidupmu, sudah kukatakan aku tidak peduli.

Tuhan tidak merahasiakan apapun, selain masa depan. Masa depan diantara kita. Apa menurutmu aku menyakiti diri? Mengungkung kepercayaan kepadamu, makhluk yang berbagi kepercayaan dengan orang lain? Terserah apa katamu, sudah kubilang aku tak peduli.

Pujangga pernah mengatakannya, dikatakan atau tidak itu tetaplah cinta. Bahkan jika kukatakan, kau tak akan mengerti ini cinta macam apa.

Aku siap mencintaimu kapan saja, aku siap meneguk kopi kapan saja, aku siap bertemu sumber cinta kapan saja, tuhan kita.

***

Ruangan itu hening, hanya seorang pria dengan wajah sendu berdiri di ambang jendela kaca. Perempuan intelek dengan kepercayaan filosofinya, lemah tak berdaya.

Ruangan itu masih hening, hingga menit-menit selanjutnya. Hanya bunyi tut tut tut, beradu dengan detak jantung sendiri. Lelaki itu masih berdiri di sana, enggan mendekat.

"Saya khawatir ia tidak akan selamat, lambungnya sudah rusak parah, dan mulai merambat kepada organ lain. Anda bisa menemukan donor lambung, pak Danu?"

Lelaki itu hening, mendengarkan dokter bicara. Sang dokter menyerahkan berkas. Dengan biodata perempuan intelek itu, Vita Talita. Lelaki dengan wajah sendu itu hanya mengangguk dan menerima berkas dari dokter. Kemudian pergi meninggalkan ruangan di hadapannya, ICU.

Sumber gambar : https://www.google.co.id/search?q=kopi

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar: