Bulu Mata

Suatu sore yang mendung, berhubung berangkat kuliah sendiri maka pulang pun sendiri juga. Biasanya pernak-pernik berkendara lengkap, dan kali ini kacamata ketinggalan. Hanya memakai sarung tangan, jaket dan masker sebagai pelindung tambahan. Kalau kaos kaki ya sudah pasti pakai.

Karena langit mulai gelap. Kaca helm pun dengan terpaksa dibuka demi mendapatkan penglihatan yang lebih jelas. Biasanya mata akan terlindung oleh kacamata. Berhubung kacamata ketinggalan di rumah ketika berangkat (lupa pakai), akhirnya pasrah dengan angin sore yang mulai dingin meski debu-debu jalanan yang masuk membuat perih.

Sekitar 15 menit sebelum sampai di rumah, jarak pandang mulai berkurang karena adzan sudah berkumandang 5 menit yang lalu. Jalur yang di tempuh bukan lagi daerah kota, akan tetapi mulai naik ke lutut pegunungan. Suhu sudah semakin dingin dan jalan berbelok-belok harus dilewati. Bukan ini yang membuat kesal, tapi binatang-binatang kecil yang disebut wrengit dalam bahasa jawa. Mereka keluar saat hari mulai gelap, berombongan.

Sepertinya para wrengit memang tidak memiliki kecepatan yang cukup gesit dibanding serangga kecil lainnya. Buktinya mereka menimbulkan bunyi klotak-klotak pada permukaan helm, menabrak-nabrak.

Ini yang paling membuat kesal, ketika salah satu diantara rombongan wrengit itu nyasar ke mata. Mengganjal, besar, perih, menghalangi pemandangan dan membuat air mata merembes keluar.

Dengan kaos tangan tebal, coba mengusap kelopak mata sambil berharap wrengit itu mau nyantol di serat kain kaos tangan.

Selama 15 menit kemudian perjalanan lebih mengesalkan karena mengeluarkan benda kecil itu tak kunjung berhasil.

Akhirnya ketika sampai di rumah, dengan segera melepas helm dan kaus tangan untuk segera melihat dimana keberadaan wrengit kecil itu melalui cermin.

Daaan, tidak ada. Ada hal lain yang justru di temukan nyungsep di bagian dalam kelopak mata bawah. Dia adalah sebatang bulu mata.

Ah, meski mudah diambilnya. Sering kali hal kecil seperti ini terlupakan.

Ketika segala sesuatu dari luar menyakiti kita. Pada satu titik dimana rasa sakit dari luar itu akhirnya meninggalkan kita. Namun pada kenyataannya kita masih merasa sakit. Karena terlalu berusaha tidak tersakiti, atau karena telah terlanjur berfikir bahwa rasa sakit itu di datangkan dari luar. Rasa sakit sedikit menghalangi diri berfikir jernih  dan memikirkan solusi.

Sepele memang, tapi bisa coba diterapkan. Saat tersakiti, coba untuk sedikit rileks. Agar ketika rasa sakit dari luar itu pergi, tidak ada bagian dari diri kita sendiri yang justru melanjutkan rasa sakit itu.

Keep strong n keep smile

#
Pict by google

Share this:

JOIN CONVERSATION

4 komentar:

  1. Super sekali... berasa bapernya...😂😂😂

    BalasHapus
  2. Oooo... Analogi bulu mata .

    Ada yg kangen tuh klo bulu matanya jatuh :)

    BalasHapus