Ayah yang Membunuh Anaknya

Suara sirine mobil ambulance dan mobil polisi meraung membumbung di langit. Tetangga berkerumun di depan rumah. Dua jasad di dalam kantong mayat, diangkat oleh para polisi. Para tetangga menutup hidung, menahan atoma busuk agar tidak masuk ke organ penciuman mereka.

Hari itu juga dilakukan penyelidikan. Tidak ada saksi, hanya ada bukti. Para tetangga memberikan penjelasan.

"Mereka berdua tidak pernah keluar rumah, sejak kecil sekolahnya home schooling. Bahkan dosennya pun diundang"

"Kami hanya melihat mereka seminggu sekali, setiap hari minggu mereka jalan-jalan keluar rumah. Itupun menggunakan mobil"

"Sejak ayahnya meninggal mereka semakin jarang kelihatan. Kami juga tidak berani mengganggu mereka. Di halaman rumah ada anjing bulldog"

"Dulu pelayan rumahnya banyak sekali, satu persatu juga pergi dari rumah itu. Yang terakhir seorang pembantu perempuan yang sangat tua, kami juga tidak tahu kemana mereka pergi"

"Ibunya, dia sudah pergi dari rumah lehih dahulu sebelum pelayan-pelayan itu. Ibunya juga pamit kepada tetangga. Sepertinya hanya wanita itu yang sikapnya ramah kepada tetangga, dan suka berbagi"

"Ayahnya meninggal tujuh tahun yang lalu, karena sakit jantung"

"Orang tua mereka sebenarnya masih muda, tapi sang ayah mati di usia 40"

Polisi terus mencatat satu demi satu keterangan pada tetangga, tidak menunjukkan apapun terhadap kematian dua bersaudara di rumah sendiri itu.

***
Satu minggu setelah pemakaman mayat yang hampir busuk itu, seorang perempuan biasa datang ke kantor polisi.

"Saya ibu mereka"

"Apa alasan anda menceritakan masa lalu keluarga kalian?"

"Saya tidak tahan melihat pemberitaan yang mengada-ada di koran maupun televisi"

"Lalu apa yang anda ingin kami mengatakan bagaimana kepada media?"

"Undang mereka, saya akan menceritakan kisah ini"

***
Kamera-kamera siap siaga beserta kameramennya, lampu merah kecil sudah berkedip-kedip, bersiap untuk siaran langsung. Reporter dari berbagai televisi, wartawan, hingga orang-orang yang sama sekali tak ada hubungannya berkerumun. Beberapa reporter mulai melakukan siaran.

"Saya adalah ibu mereka, 2 mayat yang ditemukan oleh tetangga dan dilaporkan polisi. Saya sangat tidak suka dengan pemberitaan mereka bunuh diri, gila, keracunan atau apapun. Saya tahu mereka dibunuh. Sudan lama sekali sejak pembunuhan itu dimulai, hingga sekarang mereka benar-benar mati. Suamiku dulunya adalah seorang pria pekerja keras, bekerja tidak kenal waktu demi mendapatkan apapun impiannya. Dan dia mempunyai 1 impian mustahil yang sangat ingin diwujudkannya. Yaitu membuat anak-anak kami tidak pernah kekurangan suatu apapun. Dia memenuhi semua kebutuhan mereka, menyingkirkan para pesaing mereka. Itu artinya dua anak itu tidak punya teman selain kami, dan para pelayan"

Perempuan itu berhenti sejenak, mungkin khawatir emosinya akan meledak.

"Suamiku menjadi ambisius dan tidak mendengarkan siapapun. Tapi kedua anakku sangat penurut kepadanya. Kemudian aku mulai khawatir aku akan mati sia-sia. Kedua anak itu ingin makan, semua ada, ingin mainan, semua ada, ingin liburan, semua bisa. Tetapi mereka tidak mendapatkan kebebasan. Mereka menggantungkan nyawanya kepada ayahnya. Setelah suamiku meninggal karena serangan jantung di tempatnya bekerja, aku mencoba memperbaiki keadaan untuk mengubah anak-anakku yang sudah berusia dua puluh tahun untuk melihat cara pandang hidup yang berbeda. Sementara suamiku hanya meninggalkan harta yang berlimpah. Aku melakukan usaha itu dua tahun dan mereka tidak memperdulikanku sama sekali. Sesaat aku sadar, mereka sudah lama mati. Dibunuh oleh ayahnya sendiri"

Hening, semua mata masih memandangnya dengan nafas tercekat.

"Saya tahu polisi tidak menemukan bukti apapun, karena mereka sudah lama dibunuh, pelan-pelan"

Sumber gambar : google

Share this:

JOIN CONVERSATION

3 komentar: