Bubuk Kopi bag 4

"Narai Rayyan", pria itu menciptakan segaris senyum tipis dari bibirnya yang berisi. Penampakan pria ini nyaris sempurna tampan. Kulitnya bersih coklat muda, alis tebal dengan hidung mancung, memiliki rahang tegas semacam Liam Hemsworth sekaligus mata teduh meyakinkan. Kemeja lengan panjang yang dilipatnya hingga dibawah siku menambah kesan maskulin yang mempesona. Narai masih tersenyum hingga perempuan di hadapannya membalasnya dengan senyum tanpa kesan.

"Vita Talita", sahut perempuan itu kemudian. Keduanya duduk berhadapan di sebuah restoran sederhana. Narai adalah seorang lelaki yatim piatu yang ditinggalkan kedua orang tua ketika masih anak-anak. Ayah Tata, nama panggilan Vita, adalah rekan bisnis Narai. Narai seorang pengusaha peuyeum di lembah Tangkuban Perahu. Sumber daya produksinya sebagian besar berasal dari ladang ayah Tata. Maka keduanya bekerja sama menciptakan bisnis yang semakin pesat setiap waktunya. Peuyeum berbahan ketela itu sudah memiliki penggemar hingga keluar Jawa.

Sebelum pertemuan hari ini, Narai mengatakan ingin menikah kepada ayah Tata. Ayah Tata mengusulkan untuk menjadi menantunya, sama artinya untuk menikahkan Narai dengan Tata. Setelah melalui pertengkaran hebat, tawar menawar yang sangat alot, bahkan ayah Tata yang sangat lembut itu marah besar kepada putri satu-satunya dari tiga bersaudara yang kedua kakaknya laki-laki.

"Aku tidak mencintainya, Yah"

"Ayah juga tidak mencintai Mamahmu ketika menikah dulu. Tapi kami berfikir bijaksana dan rumah tangga berjalan baik-baik saja"

"Aku punya seseorang yang ku cintai, Yah!"

"Kalau dia benar mencintaimu, Ayah beri waktu satu bulan. Bawa dia dan keluarganya kemari dan kalian boleh menikah. Akan tetapi jika tidak, kau menikah dengan Narai meskipun kau tidak setuju!"

"Yah!"

"Satu bulan, ingat! Jika satu bulan dia tidak kemari, maka pernikahanmu dengan Narai dua minggu setelahnya"

Tata tidak bisa melakukan apa-apa. Ayahnya tidak pernah semarah itu, biasanya ia akan marah dengan berdiam-diam diri. Sementara Mamahnya hanya memandangi pertengkaran yang berlanjut beberapa hari itu. Hingga akhirnya Tata kembali ke Jakarta, melsrikan diri mungkin. Sebulan kemudian Tata kembali lagi ke rumahnya di lembah Tangkuban Perahu, tanpa membawa dia, lelaki yang ia sebut begitu ia cintai ke hadapan ayahnya. Tidak ada jalan lain, maka Tata memutuskan untuk menemui Narai.

"Kalau kita bisa mundur dari pernikahan ini, apa yang akan kau lakukan?", ujar Tata tegas hari itu. Narai sejenak terkejut namun ia bisa mengembalikan wajahnya pada ekspresi standar.

"Tidak ada, kurasa kita tidak bisa mundur. Karena aku bukan tipe laki-laki yang menikah harus berlandaskan saling mencintai, sebuah contoh yang tegas dari ayahmu"

"Lalu, jika aku tidak mencintaimu. Apa yang akan kau lakukan?"

"Kau akan jatuh cinta padaku, nanti", terang Narai dengan senyum optimis yang begitu samar.

Tata memandang lekat wajah calon suaminya, kemudian mengeluarkan handphone dan meletakkan di dekat lengan yang bajunya tergulung. Narai melirik benda elektronik itu sejenak, kemudian mengambilnya.

"Aku hanya ingin terus terang, lelaki itu bernama Danu, lelaki yang kukatakan aku sangat mencintainya"

Narai menatap Tata, seakan marah tetapi bukan, mungkin terkejut.

"Lalu kenapa kau tidak membawanya kepada ayahmu? Apa dia tidak mencintaimu? Atau, dia tidak tahu kau mencintainya?"

"Dia tidak tahu. Dan meskipun begitu, aku hanya tidak ingin menjadi istri kedua"

Narai menghempaskan nafas kaget, kecil sekali hingga tidak menimbulkan suara. Ia melihat lagi wajah lelaki yang disebut Tata bernama Danu. Dari air mukanya, Narai sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi.

"Jangan membutakan dirimu, Ta", ujar Narai kemudian, dan mengembalikan handphone Tata.

"Kalau kau sungguh ingin menikahi perempuan gila sepertiku, sebaiknya kau kembalikan penglihatanku, dan jangan sampai kehilangan aku dua kali", tegas Tata, terkesan mengancam.

"Yah, pernikahan ini mungkin akan berat, sejenak aku berfikir untuk mundur. Akan tetapi kau sungguh butuh bantuan. Kita akan melakukannya. Aku akan memberitahu ayahmu"

"Ya", ujar Tata singkat.

Narai mengangguk setuju, Tata bangkit dan mengucapkan salam, berlalu begitu saja.

***
Tata POV

Apa aku wanita penggoda? Bukan. Aku hanya tidak mengerti dengan hati ini. Lihatlah bayanganmu di   cermin, wajah khas anak kampung. Anak kampung yang beruntung bisa mengejar sekolah hingga Pasca Sarjana, dan sekarang aku seorang dosen. Dosen yang tengah mengejar titel Professor, mungkin?

Aku sungguh ingin mengatakan aku mencintaimu, kemarin. Dan kemudian aku benar-benar berubah menjadi wanita penggoda sungguhan. Mas Danu, kenapa selama ini kau tidak pergi dari hidupku, setelah kau memiliki kartu keluargamu sendiri? Bukankan istrimu cantik, baik dan lemah lembut? Meski dia tidak punya titel sepertiku tapi aku yakin dia begitu menjaga hatinya dari orang lain.

Kau selalu menjadi bubuk kopi bagiku, entah darimana aku memulainya? Dimana? Kapan? Kenapa? Apakah aku dikutuk karena menyemai perasaan yang tak lazim. Mungkinkah aku dikutuk karena, karena, karena, kopi? Bukan! Cinta? Bukan! Lalu?

Mungkin Narai akan membantu menunjukkan jawabannya.

Aku harus menikah, Mas. Aku tahu perasaan ini mungkin salah dimata orang lain. Tetapi aku begitu takut menyalahkan sebongkah rasa cinta. Takut kehilangan, yah! Kehilangan sesuatu yang tak ku mengerti.

Sumber gambar : google

Share this:

JOIN CONVERSATION

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar