Si tukang parkir

Dengan jas rompi berwarna terang, peluit, dan topi. Ciri khas utama tukang parkir. Dimana mereka bisa ditemui? Hampir di setiap keramaian kita dapat menemui mereka, si tukang parkir. Mereka akan dengan senang hati menunjukkan lokasi yang masih bisa ditempati untuk menepikan kendaraan kita. Mereka dengan ringan meletakkan selembar karung bekas bertepian potongan bambu di atas sepeda motor kita. Mereka dengan hati-hati membantu menarik sepeda motor kita jeluar dari parkiran, atau bahkan membantu mengeluarkannya ketika tejebak.

Selembar uang seribu rupiah harusnya begitu ringan untuk kita ulurkan kepada mereka. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dengan kekurangan fisik sehingga menghalangi mereka bekerja di tempat yang lebih bersih, lebih teduh, lebih nyaman. Sekalipun fisiknya baik, kita tidak tahu hal apa yang menghalangi mereka untuk bekerja selain di jalanan.

Selembar uang seribu rupiah saja, dan terkadang kita masih menggerutu karena hanya parkir beberapa menit. Mereka memang tidak mematok tarif dengan karcis. Bahkan kalau kita mau parkir seharian pun, tarif umumnya tetap sama, seribu atau paling banyak dua ribu rupiah untuk sepeda motor.

Tukang parkir seperti itu dikenal dengan nama tukang parkir liar. Kenapa? Karena mereka tidak dinaungi oleh lembaga resmi pemerintah. Kebanyakan mereka menarik parkir karena bekerja sama dengan pemilik toko, bahkan hasil parkir pun masih bagi hasil dengan pemilik toko-yang notabenenya penyedia lahan lapangan kerja.

Di kota besar, pemerintah masih belum juga tanggap dengan masalah ini. Kebanyakan para tukang parkir justeru dikuasai preman pasar atau penguasa lokasi bekerja mereka. Dimana pendapatan parkir mereka masih dikurangi setoran kepada penguasa daerah. Mirisnya, kita sering enggan untuk memberi selembar seribuan kepada para tukang parkir. Kalau toh mereka tidak benar-benar membantu kita karena kita bisa menemukan tempat parkir dengan mudah, bisa mengeluarkan kendaraan dari deretan kendaraan lainnya, bisa menyebrang tanpa menunggu aba-aba. Apalah arti selembar seribuan jika kita gunakan belanja. Tapi selembar yang kita ulurkan dengan senyum dan rasa ikhlas sangat berarti bagi mereka.

Mungkin pendapatan mereka lebih tinggi dari kita, lalu kenapa? Ada yang salah? Tidak. Mereka sedang bekerja demi tidak meminta-minta, pekerjaan yang mungkin kita anggap sambil lalu. Oh, tidak ada pekerjaan yang tidak mulia selama niatan bekerja benar dan caranya halal. Salahnya dimana? Selembar seribu rupiah yang kita ulurkan? Atau jangan-jangan hati kita yang terlalu serakah.

Jikasaja masih terasa enggan uluran seribu rupiah dari saku kita karena tukang parkir tidak benar-benar membantu kita, mungkin lebih baik kita niatkan untuk sedekah, sekaligus sebuah senyum merekah. Bersyukur untuk pekerjaan kita.

→ nasehat ini untuk saya sendiri, dan semoga bermanfaat untuk pembaca.

#OneDayOnePost
#HariKeenam

Share this:

JOIN CONVERSATION

8 komentar:

  1. Aku bersyukur pencopet di daerahku rata2 sudah jadi pebisnis parkir

    BalasHapus
  2. Oyakah bang zaini? Perkembangan baik dong

    BalasHapus
  3. Terkadang aku ngerasa sebagian tukang pakir di daerah ku kayak pemalak terselubung... Pas datang g ada, nyari tempat parkir sendiri. Gitu mo pergi ada aja yang datang minta uang parkir.

    BalasHapus
  4. Nasihat yang baik..
    Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan untuk berbuat baik dan bersyukur..

    BalasHapus
  5. Iyaya..kadang emang sering lupa kalo tukang parkir itu manusia biasa... Perlu memenuhi kebutuhan primer... Dibandingkan peminta-minta... Tapi spt kata mbak Rani kadang dongkol juga kalo tukang parkirnya tiba-tiba baru muncul (minta uang doang) pas udah siap jalan

    BalasHapus
  6. Iyaya..kadang emang sering lupa kalo tukang parkir itu manusia biasa... Perlu memenuhi kebutuhan primer... Dibandingkan peminta-minta... Tapi spt kata mbak Rani kadang dongkol juga kalo tukang parkirnya tiba-tiba baru muncul (minta uang doang) pas udah siap jalan

    BalasHapus
  7. Aminy, emang sih kadang ada yg sperti itu, yg pnting kita khusnudhon aja, biar jadi sedekah lah, drpda engga ijhlas, hehe

    BalasHapus