Pencari kebahagiaan

Namaku ilalang, hari ini aku akan pergi berjalan, mencari kebahagiaan.

Semua perlengkapan sudah siap. Tas ransel berukuran sedang telah penuh. Tenda lipat, matras, perlengkapan memasak, botol air, senter, sleep bag, semua sudah siap.

Aku berangkat mendaki untuk kesekian kalinya. Bersama tujuh orang laki-laki dan tiga perempuan, belum termasuk aku. Kami bersebelas, dari sepuluh lainnya hanya dua orang yang kukenal.

Kami berangkat mendaki pukul satu siang, sampai dipuncak matahari hampir tenggelam, sekitar pukul 17.40. Jalanan terjal sudah biasa kulewati, dinding curam atau tanah licin tidak menakutkanku. Suara bising binatang hutan tak menggentarkanku.

Semalaman kami membuat api unggun, makan mie instan panas beberapa kali. Salah seorang memainkan gitar dan kami bernyanyi bersama-sama. Hal.biasa yang terjadi ketika mendaki. Tidak seorangpun tidur, kami menikmati dinginnya udara yang mencengkeram sum sum tulang kami.

Fajar tiba, menanti waktu subuh dan bersiap shalat. Setelah itu menunggu beberapa saat. Duduk berjajar dengan rombongan lain. Menanti terbitnya matahari dari tanah sebuah negeri, negeri dibatas awan.

Hatiku berdesir-desir, matahari mulai menampakkan cahaya kuning emas yang hangat. Hatiku berdegup kencang, bola kuning raksasa itu tampak kecil muncul ke permukaan. Semua orang mengambil kamera, berfoto. Ah, aku sudah punya banyak foto seperti ini. Sekarang aku hanya akan menikmati sentuhannya yang hangat. Melenyapkan kebekuan yang melekat sepanjang malam.

Ini bukan pendakian pertama kali, di puncak setinggi ini.

"Lang, kamu menangis? Lagi?", dua diantara lelaki yang kukenal menegurku.

Aku mengangguk, dia sudah tahu. Ini bukan pendakian pertama kali, ini bukan tangisan pertama kali.

"Seberapa besar kamu mencintainya?"

Ah, wajahku tertawa, tapi air mataku mengalir.

"Tertawa? Lagi?"

"Haruskah aku menjawabnya, agar kamu berhenti bertanya?"

Sebuah senyum lebar, menertawakanku.

"Hey, taukah engkau, tidak ada alat apapun yang bisa mengukur seberapa besar rasa cinta. Yang aku tahu, aku menangis ketika aku merindukannya"

"Khah", sebuah tawa lagi "melankonis".

Ia melangkah menjauh, kurasa ia sudah tahu jawabannya.

Matahari semakin naik, seluruh tanah menjadi terang. Aku mmenatapnya menantang cahayanya. Kupejamkan mata dan sebuah lagu mengalun dalam hatiku.

So I lay my head back down
And I lift my hands and pray to be only yours I pray
to be only yours
I know now
you're my only hope

Meski sudah setinggi ini, aku tetap sedih. Dimanakah engkau berada, kebahagiaan yang kucari. Haruskah aku mendaki lagi?

#OneDayOnePost
#HariKesebelas

Share this:

JOIN CONVERSATION

5 komentar:

  1. kemanakah kebahagiaan itu pergi?
    atau mungkin Aku sudah tak dapat merasakan kebahagiaan lagi

    BalasHapus
  2. Kebahagiaan itu ada disini... *Nunjuk dada

    BalasHapus
  3. Lanjutannya rencananya begitu bang, tp udah ketebak sama abang nih, hahaha

    BalasHapus