Zina dengan Istri Sendiri
Bismillahirrohmanirrohiim
Ada sebuah cerita.
Tersebutlah seorang Kyai kondang di sebuah kota kecil. Pengikutnya banyak, meski tak bisa dibilang sangat banyak. Ia menyampaikan ilmu agama dari surau ke surau, dari masjid ke masjid, dari desa ke desa. Lelaki wanita ta'at dan hormat kepadanya. Nasehat-nasehatnya dilakukan dan disebarkan. Satu dua orang bahkan begitu takdzim dan takut kepadanya. Satu dua lainnya tentu ada yang tak menyukainya. Sudah begitu adanya garis kehidupan. Sama halnya dnegan manusia, suatu keaadaan pun sudah diberi jodoh oleh tuhan, ada suka dan duka, ada taat dan maksiyat.
Suatu hari, Kyai menghadiri pernikahan anak perempuan dari adiknya. Gadis muda ini bernama Nini. Kyai datang bersama keluarga besarnya ke kota Adiknya. Sesampainya disana, Kyai beserta rombongan mendapatkan menyambutan yang menyenangkan. Bahkan di kota ini pun, Kyai adalah seorang yang dikenal akan pemahaman ilmu agamanya.
Acara pernikahan berjalan lancar mulai dari ijab qabul hingga tiba mauidhoh khasanah sekaligus doa.
Suami Nini adalah seorang pemuda dari kota lain, ia biasa dipanggil Slamet.
Satu minggu setelah menikah, Nini mengajak suaminya untuk berkunjung ke kota Kyai. Bermaksud mempertemukan suaminya dengan keluarganya yang berada di kota Kyai. Pengantin baru ini pun datang ke rumah Kyai. Setelah berbasa-basi cukup lama, bercengkerama dan makan siang bersama. Mereka pun pulang ke rumah.
Beberapa hari kemudian, Nini mendapat pesan dari saudara yang berada di kota Kyai. Bahwasanya Kyai memintanya datang ke rumahnya beserta suami untuk mentashihkan nikahnya. Mendengar hal itu, Ibu Nini marah besar bukan kepalang. Ia mendatangi Kyai dengan amarah yang tidak bisa ditahan. Dihadapan keluarga kyai dan kedua anaknya, Nini dan Slamet, ia berteriak lantang dengan berkacak pinggang.
"Anakku itu sudah menikah lebih dari satu minggu, bertemu setiap hari dan hidup satu atap dengan suaminya. Apa kalian tahu mereka sudah berhubungan badan atau belum? tidak kan! Lalu pernikahannya yang disaksikan banyak orang waktu itu, dan dicatat oleh pegawai KUA, emmangnya tidak sah? saksinya saja sudah mengatakan sah. Semua orang yang hadir juga mengatakan sah! Apa perlunya mentashihkan nikah! Lalu satu minggu ini mereka ngapain? berzina?!"
Tidak ada jawaban. Semua orang yang ada di ruangan itu terdiam.
*****
Apa yang kita pikirkan ketika mendengar cerita semacam itu? Cerita ini adalah cerita nyata yang benar terjadi, meski saya tuliskan dalam bentuk fiksi pendek, amat sangat pendek.
Jumat, 30 September 2016. Saya kuliah sepeti biasanya mulai pukul 14.00 WIB. Mata kuliah hari itu adalah Ushul Fiqih. Dosennya sangat menarik saat membahas suatu permasalahan. karena masih di hari awal kuliah, yang beliau jelaskan adalah pengertian, tujuan dan fungsi ushul fiqih. Kenapa ilmu ushul fiqih itu perlu.
Dari cerita pendek yang saya tulis diatas adalah salah satu contoh fenomena yang terjadi di masyarakat, kenapa ilmu ushul fiqih itu perlu.
Ushul fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang obyeknya:
1. Dalil-dalil syara' yang terperinci dengan segala seluk beluk dan sejarahnya.
2. Metode Pendayagunaan sumber hukum.
3. Metode penggalian hukum dari sumbernya
4. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istibat dengan segala permasalahnnya.
Tujuannya sendiri adalah, agar dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara' yang terperinci agar sampai kepada hukum-hukum syara' yang sifatnya amali yang ditunjuk dalil-dalil itu.
Fungsi dari ilmu ushul fiqih sangat banyak, diantaranya adalah untuk memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan dalil.
Kejadian dalam cerita diatas adalah sebuah penyimpangan dimana sebuah akad ijab qabul yang dilaksanakan sesuai syara' (Syarat dan rukunnya), terpenuhi kewajiban-kewajibannya, terhindar dari kebatalan. Akan tetapi tidak dianggap sah oleh seseorang, dan bahkan seseorang tersebut mengatakan untuk mentashihkan (Mengesahkan, mengulang kembali akad agar sah) nikahnya kedua mempelai ini.
Mungkin tidak hanya cerita yang saya tuliskan diatas, masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan dalil al Quran yang terjadi di masyarakat. Seyogyanya, sebuah pernikahan yang merupakan peristiwa besar ini pasti dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi rukun dan syaratnya. Jikalau yang berwajib (ulama setempat atau yang berwenang) mengatakan sah, maka ya sudah itu sah.
Paradigma ini sangat lucu, begitu kata dosen saya mengomentari kejadian ini.
Untuk itulah kita perlu mempelajari ilmu Ushul Fiqih agar kita bisa mengambil langkah hukum dengan benar.
Cerita diatas hanya sebuah contoh kenapa ilmu Ushul Fiqih itu penting. Agar menjadi kehati-hatian bagi kita yang mungkin masih awam dengan hukum Islam sendiri.
Selamat membaca dan selamat merenung.
*****
sumber gambar : google
mbak, nggak mudeng
BalasHapuscoba gini, mbak lisa udah menikah di KUA dan udah sah kan otomatis, udah tercatat di catatan sipil juga. lalu seminggu kemudian keluarga mbak lisa yang seorang kyai bilang, ayo ijab qabul lagi dihadapan saya biar nikahnya sah (ditashihkan). bagaimana perasaan anda? lalu seminggu yang udah berlalu sama suami sejak menikah di KUA itu apa? zina sama suami, gitu. gimana? mudeng nggak?
HapusLebih jelas pembahasan yang ini
Hapusini poinnya apa??? sepertinya penulis belum paham tulisannya sendiri?
BalasHapus