OPALO # 7

Kepalaku berdenyut, pening. Sepertinya bagian kanan belakang akan benjol. Ada rasa panas disana, dan rasa seperti ditarik. Orang jawa menyebutnya senut-senut. Kupegang bagian itu, perih namun tidak berdarah.

Sebuah amplop coklat besar dan tebal sudah berada di sebelahku. Menunggu di sentuh. Pemiliknya sedang berdiri membelakangiku setelah melemparnya tadi. Opalo naik ke kasur, menghadapiku.

"Sakit?", menyentuh kepalaku, jelas saja sakit. Tapi aku menyingkir, kurasa kapanpun dia ia bisa saja menyakitiku.

"Anita, dengar. Lihat kakak, menghadap kesini", ujarnya menarik lenganku, aku menyingkir lagi.

"Anita!". Tidak, tidak, aku tidak mau.

Opalo diam, satu menit, dua menit. Lalu ia beranjak dan duduk di kursi meja belajar. Membelakangiku.

"Kalau kamu mau menanyakan sesuatu, tanyakanlah. Aku tidak tahu harus memulainya darimana. Aku menyesal memukulkanmu sampai begitu. Tapi tidak ada cara lain, itu reflek. Maaf"

Diam lagi, seluruh persendianku seakan-akan kaku. Aku bahkan tak mampu untuk mengucapkan sesuatu. Aku hanya melihat kaki Opalo yang bergerak-gerak.

Opalo menghampiriku lagi, kali ini ia duduk di lantai.

"Kau mau tahu ini?", menunjuk matanya "ini, kau pikir ini apa?"

Aku takut-takut menatap wajahnya, dan ia sudah kembali. Tidak ada sesuatu yang mengerikan disana.

"Ini rahasia, sebenarnya aku tidak ingin menceritakannya padamu. Tapi kamu terlanjur melihatnya, aku tidak ingin kamu berfikir yang tidak-tidak, menganggapku aneh atau lainnya. Jadi, apa ini membuatmu bisa mendengarkanku. Kamu harus mendengarkanku untuk tahu yang sebenarnya. Bukan aku tak percaya padamu, tapi kemungkinan kamu mengatakan kepada lebih banyak orang lagi mengenai kondisi mata ku bisa saja terjadi, itu yang ku khawatirkan. Khawatir lebih banyak orang tahu, rahasia ini".

"Jadi, kau mau mendengarkanku?"

Aku mengangguk, diantara rasa takut, ngeri dan penasaran.

"Kalau kau tahu, mata ini memang tampak mengerikan dan aneh untuk manusia. Maka dari itu, aku harus memakai contact lens untuk menutupi kelainanku. Pasti mengerikan melihat orang-orang berteriak histeris mihat kondisi ini, seperti kamu. Itulah kenapa sejak kecil aku harus ke dokter dan memasang contact lens setiap hari. Demi menutupi kekurangan ini"

Inilah rahasia pertama, bahwa Opalo memiliki bentuk mata yang aneh. Sesekali aku menganggapnya luar biasa, sesekali kubayangkan itu mengerikan.

Irisnya berwarna biru kehijauan. Pupilnya oval. Ya! Itu adalah mata kucing. Mata kucing yang menempel di kepala Opalo. Dan iris pupil mata kucing itu ditutupi dengan contact lens warna coklat tua. Lalu, semuanya terlihat normal.

Malam itu, saat aku kembali ke kamar dalam keadaan emosi yang mulai stabil. Aku mulai mencari tahu mengenai mata kucing di internet. Mempelajari kelebihan dan kekurangannya.

Iseng aku mencari dengan kata kunci namanya, Opalo. Banyak dijelaskan bahwa opal/opalo adalah semacam batu mulia, granit, atau entah apa itu. Keterangannya menggunakan bahasa kimia.

Aku mulai berfikir, seorang anak macam apa yang dilahirkan dalam keadaan mata seperti kucing dan di beri nama seperti nama batu. Mungkin orang tuanya memegang sebuah filosofi mengenai namanya.

Hanya demi penjelasan itu, kepalaku dibentur dan sakit bukan main?. Tidak, itu bukan "hanya penjelasan". Aku terus mencari, tidak bisa tidur hingga subuh. Dan badanku demam keesokan paginya. Aku lupa, Aku tidak shalat isya. Aku lupa, aku tidak menyentuh sedikitpun amplop coklat besar yang ia lemparkan padaku. Aku lupa, aku tidak makan malam. Aku sakit, tidak sekolah.

Dan Opalo menungguiku seharian.

##
Pict by google

Share this:

JOIN CONVERSATION

3 komentar: