OPALO # 9

"Kau mau tahu darimana uang di rekening kita, Anita?"

Ku hentikan gerakan tanganku, mengerjakan PR. Opalo duduk di kursi meja belajarku, karena aku mengerjakan PR di kasur. Aku bangkit, duduk menghadapnya.

"Darimana?"

"Dana itu adalah dana beasiswa umat, dari gereja"

Ya, dari gereja. Lalu kenapa? Tanyaku dalam hati.

"Orang-orang yang beramal pada gereja, uang itu di salurkan untuk beasiswa. Dan aku adalah salah satu anak pengikut gereja yang mendapat dana itu. Bukan hanya beasiswa, akan tetapi seluruh dana yang untuk kebutuhan hidupku"

"Lalu?"

"Dana itu disalurkan ke rekening kita. Akan tetapi, dana itu adalah dana atas namaku. Yang mana aku yang bertanggung jawab kepada gereja. Ngerti?"

Tidak, aku tidak mengerti maksudnya. Aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya. Aku menggeleng.

"Jadi begini. Disana aku disebut sebagai anak yatim piatu. Seseorang memasukkan namaku di gereja, menurutku orang ini ayahku atau seseorang yang diutus. Jadi, selain mendapat beasiswa sekolah, aku juga mendapat tunjangan dana kebutuhan hidup"

Aku mengangguk-angguk.

"Dana itu, atas permintaan orang yang memasukkan namaku dalam daftar anak yatim piatu menginginkan, agar dikirim ke dua rekening. Yaitu rekening kita berdua".

Disini aku spontan berfikir, uang di rekening atas nama ku memang digunakan oleh keluargaku, bukan untukku saja. Jafi, apakah kami juga ikut bertanggung jawab atas ini?.

"Rekening itu, memang atas nama kita, Anita. Akan tetapi, menurut data di gereja, penerimanya adalah aku. Maksudnya, dana itu diperuntukkan padaku. Jadi, karen inilah aku menanyakan padamu"

"Menanyakan apa?"

"Jadi selama ini, aku ini kristian atau muslim?"

Aku terpaku. Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan.

"Bagimu, kau ini apa?"

"Aku anak kristian, yang hidup dengan perbuatan orang muslim, yang dihidupi oleh harta kristian"

Masuk akal, ketika itu aku berfikir bahwa jawabannya masuk akal.

"Apa yang jadi masalah?"

"Karena, aku di cantumkan sebagai calon biarawati kelak. Menurutmu, siapa yang melakukan ini? Orang tuaku kan? Mungkin hidupku lebih aman jika berada di dalam gereja?"

"Aku belum mengerti kenapa begitu?"

"Itu jelas, Anita. Orangtuaku kristen. Dan mereka meninggalkanku begoru saja. Kau ingat cerita Ibu kan, ketika rumah kita di awasi oleh anggota Polisi dan TNI? Mereka itu apa? Buronan?"

Opalo tampak marah, nada bicaranya meninggi, aku bisa melihat ia sedang emosi. Dan, aku tidak berani menjawab.

"Ibu pikir mereka berdua dokter, kan?"

"Tapi, kenapa mereka mempercayakan pengobatan mata kepada dokter muslim? Di RSI?"

Kurasa aku mulai berfikir berlebihan. Ada sesuatu yang lain di balik kehidupan Opalo sendiri.

"Kau mau tahu? Mau membaca ini?", ia menyodorkan amplop coklat besar padaku.

"Apa ini amplop yang dulu itu?"

"Iya, saat kau ketakutan dan tidak jadi membacanya"

Kuterima amplop dari Opalo. Banyak kertas berupa dokumen kedokteran. Menjelaskan perkembangan mata Opalo. Contact lensa yang digunakan. Semakin ke bawah, semakin tampak tua usia kertasnya. Di setiap kop dijelaskan tahun berapa dokumen itu dibuat. Ada sebuah dokumen yang menarik perhatianku, dokumen itu di staples dengan beberapa dokumen data diri Opalo.

'Genetic Engineering'

"Apa ini?", kutunjukkan lembar kertas ini padanya. Semua tulisannya berbau ilmiah dan aku tidak mengerti.

"Inilah asal usul kenapa mataku bisa seperti ini. Anita"

"Apa itu sebuah penyakit?"

"Ya, semacam penyakit, atau gangguan yang dibuat"

"Dibuat?"

Sejenak Opalo diam.

"Jadi, bukankah Ibu juga percaya kalau orangtuaku bukan dokter biasa. Maksudku, bukan dokter yang mengobati orang sakit, kan? Lalu kenapa mereka melarikan diri? Karena dokumen ini, aku berfikir mereka adalah ilmuan, yang melakukan suatu kesalahan, mungkin. Mungkin pekerjaan yang ilegal, atau entahlah"

Aku merenung, apakah hal semacam itu ada?

"Lalu?"

"Lalu, mereka menyembunyikanku kan? Kenapa? Ada sesuatu yang belum diketahui, kan?"

"Ya, bisa jadi begitu"

"Apa?"

Tidak tahu, aku berfikir. Kami berdiam-diam di kamar. Kurasa aku belajar, tapi pikiranku kemana-mana. Oh tuhan, aku besok ulangan.
##
Pict : by google

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar: