Kesan Ulangan Tengah Semester

Bismillahirrohmanirrohiim

Baru kemarin Senin anak-anak selesai Ulangan Tengah Semester. Biasanya anak-anak akan segera menagih dengan berbagai rengekan agar hasil UTS segera dibagikan. Biasanya, dua hari setelah UTS, saya pasti sudah menyelesaikan koreksian dan memasukkan nilai ke buku daftar nilai.

Namun, tahun ini agaknya sedikit berbeda. Entah kenapa jadwal terasa sangat padat. Sampai-sampai, yang biasanya seusai ulangan langsung saya koreksi, kali ini tidak. Hasil ulangan itu saya bawa pulang ke rumah setiap hari dan saya tumpuk di meja kamar.

Merasakan gelagat yang buruk, saya tidak bisa tepat waktu seperti biasanya. Kemudian, pada hari UTS yang terakhir saya katakan pada anak-anak.

"Anak-anak, nanti UTS nya ibu bagikan hari Sabtu, karena banyak sekali tugas yang harus ibu kerjakan. Anak-anak harus sabar ya"

Alhamdulillah mereka mau mengerti dan tidak merengek meminta dibagikan hasil UTSnya. Namun, tadi pagi mereka rupanya ingat dan segera menagih janji saya pada heri Senin. Pada jam terakhir, hasil ulangan itu saya bagikan.

Setelah semuanya selesai, saya minta anak-anak melihat apakah hasil UTS yang mereka pegang benar-benar tertera nama mereka. Saya suruh pula untuk menghitung lembar UTS nya, apakah jumlahnya sesuai, sehingga bisa diketahui semuanya sudah di tangan pemiliknya.

Di akhir jam pelajaran, saya berpesan pada mereka.

"Anak-anak, nanti sampai dirumah, silahkan dibuka dan dilihat hasil UTS nya. Apabila nanti menemukan misalnya :yang seharusnya jawaban kalian benar tapi ibu salahkan, atau yang seharusnya salah ibu betulkan. Besok hari Senin di bawa ke sekolah lagi, kita teliti lagi agar menjadi sesuai, Ya!"

Anak-anak serempak menjawab.

"Iya Bu".

Hal ini selalu saya lakukan, bukan hanya ketika UTS atau Ulangan Semesteran saja. Akan tetapi, setiap ulangan harian dan pemberian tugas kepada mereka. Pasalnya, kita sekarang sudah hidup di zaman demokrasi yang mana setiap orang bisa mengajukan hak nya apabila terjadi ketimpangan. Selain itu, saya sadar diri meski saya seorang guru, banyak sekali faktor-faktor yang menjadi penyebab saya melakukan kekeliruan dalam memberikan hasil ulangan kepada anak-anak.

Biasanya dipengaruhi oleh kesibukan yang teramat sangat, kelelahan, suasana hati yang kurang baik, bahkan rasa lapar bisa saja berpengaruh. Untuk itulah, saya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat kembali hasil ulangan mereka, agar sesuatu yang belum sesuai bisa kita sesuaikan bersama-sama. Selain itu, anak-anak akan tumbuh rasa percaya dirinya ketika diberi kesempatan untuk berbicara.

Efek lain dari hal ini yang sangat positif juga ada. Biasanya anak-anak akan saling mencocokkan jawaban mereka dengan jawaban temannya, apakah sama atau tidak. Juga membandingkan hasil yang mereka dapatkan. Terkadang ada jawaban mereka yang salah namun tidak saya salahkan alias saya biarkan saja. Anak-anak yang sudah terlatih jujur, akan melaporkan hal ini kepada saya.

Hal ini sepertinya sepele, tapi bisa melatih mereka. Karena dalam realisasinya di lapangan. Ada sebagian anak-anak yang akan memanfaatkan kesempatan apabila jawaban mereka seharusnya salah namun tidak di salahkan. Mereka bisa saja membiarkan hasil ulangan tersebut, agar nilai ulangan mereka tidak turun atau berkurang. Inilah yang harus diwaspadai.

Berlatih jujur kadang-kadang susah. Apalagi apabila dirumah anak-anak biasa dibohongi dan ditakut-takuti oleh orang tua mereka. Tapi bisa dilatih dengan kita sebagai orang tua terbuka kepada anak-anak dan memberikan kesempatan mereka berbicara.

Di kelas saya tahun ini, ada seorang anak yang sangat pemberani, tidak pernah menangis bahkan apabila ia jatuh dan berdarah-darah. Ia mengalami sedikit hambatan dalam konsentrasi belajarnya. Biasanya ia mengerjakan sesuatu dengan waktu yang lebih lama dari teman-temannya.



Hari ini, saat saya membagikan hasil ulangan, si bocah ini mendapat hasil nilai di bawah KKM. Sebut saja namanya Bintang. Saat menerima hasil ulangannya, ia terbelalak. Lalu bilang kepada saya.

"Bu, kalau nilaiku jelek, nanti aku naik kelas nggak?", katanya dengan bahasa jawa.

Lalu saya bilang. "Mas Bintang mau naik kelas nggak?"

Dia menjawab "Iyaaa", setengah mengeluh setengah berharap. Saya suruh dia mendekat.

"Mas Bintang mau naik kelas kan?", pertanyaan ini sengaja saya ulang, dan si bocah ini mengangguk-angguk.

"Kalau nilainya mas Bintang ini, menurut mas Bintang, bagus apa jelek?"

"Jelek"

"Nah, kalau mau naik kelas harus bagaimana?"

"Harus bagus nilainya"

"Berarti, kalau mau nilainya bagus bagaimana?"

"Emmm, belajar"

"Iya. kalau mau nilainya lebih bagus lagi, harus belajar lebih rajin lagi. Nanti pasti naik kelas"

"Iya bu, siap!", katanya dengan mengacungkan jempol kepada saya. Nah loh.

Dalam beberapa mata pelajaran, anak-anak memang punya kelemahan. Pasti ia juga punya kelebihan di mata pelajaran lainnya. Saya memang tidak akan memaksakan kalau dia belum mampu, tapi menyenangkan sekali ketika mendengar mereka akan berusaha lebih baik.

Nabi Nuh saja, usianya 950 tahun dan pengikutnya hanya 12 orang. Begitu kata mba Ana Zuhriya dari teman di One Day One Post, sumpah saya malah baru tahu informasi ini, hehehe.  Intinya, jangan menyerah, jangan bikin anak-anak menyerah. Segala kesalahan bisa diperbaiki.

Selamat Semangat ya

***
sumber gambar : google

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar:

  1. Waahh. Memang ibu guru yang bijak dan perhatian.
    Tetap semangat Bu guru!! Jangan nyerah dulu ya!! heheheee.. :)

    BalasHapus