OPALO # 8
Entah apa yang terjadi, pada hari Sabtu sepulang sekolah, Opalo mengangkat semua barang-barangnya kembali ke kamar kami, dibantu Gema.
Satu minggu pertama di semester II ini, segaa sesuatunya mulai terasa aneh, menakutkan dan sulit kupahami. Aku merasa mungkin aku trauma. Opalo juga tidak banyak mengajakku bicara. Dia hanya mengatakan.
"Aku merasa lebih baik kita tetap sekamar. Dan aku ingin mempersiapkan Ujian akhirku dengan tenang. Haruskah aku mengabaikan hadiah-hadiah dari orang tuaku dulu?"
Aku melihat wajahnya, memikirkan pendapat apa yang harus kukatakan. Dan aku hanya mengangguk.
Semester ini mungkin paing berat bagiku. Kami, khususnya aku, berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan suasana. Perasaan was-was menghampiriku setiap kami sedang berada di kamar. Opalo juga tampak tertekan. Mungkin sikapnya tidak berubah, tapi bagiku rasanya berubah.
Ujian akhir berlalu. Opalo mengajakku berdiskusi. Kemana ia ingin melanjutkan kuliah dan lainnya. Ia memilih salah satu Universitas terbaik di kota kami. Aku tidak akan mneyebutkannya dimana Universitas itu. Diterima disana sebagai mahasiswa teknik kimia.
Ibu menawarinya untuk mengambil kost yang dekat dengan kampus. Akan tetapi Opalo menolak. Ia memilih tetap tinggal di rumah dan pulang pergi setiap hari.
***
Satu semester berlalu dan keadaan baik-baik saja. Suatu hari Opalo menanyakan kepada Ibu mengenai rekening kami.
Opalo meminjam buku rekening atas nama kami, memfoto copy halaman depannya, lalu mengembalikan kepada Ibu. Aku sendiri tahu mengenai hal ini. Ibu mendapat kiriman setidaknya dua tiga rupiah atau lebih (nilai uang sekarang) setiap bulannya pada masing-masing rekening.
Opalo meminta salah seorang temannya di kampus untuk melacak kiriman itu. Hal ini dilakukannya, sebagai jalan untuk mengetahui dimana keberadaan orang tuanya. Opalo sudan mendatangi BRI Semarang untuk meminta data pengirim. Akan tetapi data tersebut tidak bisa diberikan karena tidak ada prosedur, seperti penyelidikan kepolisian misalnya.
Opalo yang sudah tahu mengenai kisah masalalunya, dimana orang tuanya dicari oleh sekelompok Polisi dan TNI mengambil sikap hati-hati.
Menurutku cara ini lebih berbahaya, akan aman jika tidak ketahuan, itu saja. Nanti kuceritakan bagaimana Opalo kenal dengan anak jurusan Informatika di kampusnya, dan si hacker ini.
Dalam satu Minggu, si hacker Nando sudah berhasil menemukan data pengirimnya.
"St. Paulus Ferdinand Hendro. Sepertinya seorang pendeta?", tanya Nando menunjuk data pengirim yang telah ia buat print outnya.
"Kamu kenal?", lanjut Nando. Opalo menggeleng.
"Bisa kamu lacak data orang ini?"
Seminggu kemudian Opalo mendapatkan informasi aneh. Bahwasanya : orang bernama St. Paulus Ferdinand Hendro memang salah seorang pendeta di Gereja
Nederlandsch Indische Kerk (gereja blenduk). Meninggal pada tahun 1980, dan rekeningnya masih aktif sampai saat ini.
"Memangnya kalau pemilik sudah meninggal. Rekening tidak diwariskan?"
"Seharusnya ditutup"
"Atau digunakan nama waris CQ atau QQ?"
"Apa itu?"
"Casu Quo atau Qualitate Qua. Susah jelasinnya, itu semacam perwakilan atau lebih jelasnya, begitulah. Misalnya rekening milik perusahaan A lalu di beri CQ atau QQ atas nama penanggung jawabnya"
"Bisa kamu lacak lagi?"
Kali ini, Opalo menunggu dua minggu untuk menerima informasinya.
"Memang benar rekening ini menggunakan CQ. Ada hal baru yang ku temukan. Sebenarnya di gereja itu ada sebuah Yayasan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang menggunakan nama ini. Ada kemungkinan rekening itu milik yayasan karen CQnya berganti beberapa kali sejak 1980, itu berarti St. Paulus Ferdinand Hendro pemilik atau paling tidak orang penting di yayasan itu. Lalu sejak beliau meninggal, penanggung jawabnya tentu berpindah-pindah"
Opalo pergi ke kota lama sore itu juga, Hari itu adalah Sabtu sore bulan Desember 2016.
"Kami tidak bisa membantu banyak. Karena malam ini kami sedang menyiapkan sembahyang kudus untuk besok". Seorang wanita yang menurut Opalo adalah guru atau biarawati menyambutnya di sekolah ABK. Opalo hendak pulang, namun seorang pria tua menanyainya. Opalo menyampaikan maksud bahwa ia ingin mengetahui tentang St. Paulus Ferdinand Hendro. Lelaki ini memperkenalkan diri sebagai cucu generasi dari St. Paulus FH. Namanya Mr. Luwis.
Opalo mengikuti Mr. Luwis ke kantor Kepala Sekolah. Opalo mengatakan : Saya adalah anak yang mendapat bantuan dana dari seseorang semenjak kecil. Dana itu terus dikirimkan sebulan sekali melalui rekening. Dan sekarang saya ingin mengetahui siapa orangnya, paling tidak untuk mengucapkan terimakasih.
Mr. Luwis lalu mengatakan.
"Jika seseorang tersebut meminta balas jasa. Apa yang akan kau berikan, anak muda?"
"Mungkin, segala sesuatu yang ia minta"
Mr. Luwis tersenyum, mengejek.
Oh ya, aku lupa. Sebenarnya kami sudah berkerudung sejak SMA. Mungkin itu yang membuat Mr. Luwis memasamkan muka ketika seorang gafis berkerudung mendatangi kantor sekolahnya, Kantor Sekolah ABK milik yayasan kristen.
Opalo pulang dengan wajah muram.
"Jika orang tua mu seorang kristen. Dan mereka memintamu menjadi biarawati. Apa yang akan kau lakukan Anita?". Tanyanya padaku, dengan meletakkan amplop coklat besar di meja belajarku.
##
Pict : gereja blenduk, Semarang. By : google
jika kau merasa nyaman dengan keyakinanmu? pada akhirnya hidupmu adalah tergantung pada keputusanmu. sekeras apapun orang lain meminta, tak ada apa-apa jika kau tak memberi atau menerima.
BalasHapus#menunggu episode lanjutan
Ooooohhhh.... Ini isi amplop coklat tersebut.
BalasHapusGa sabar...
dag dig dug bacanya
BalasHapus