Posong Adventure

Wisata Alam Posong.

Begitulah judulnya, apa yang dicari disana? Jika mengkhususkan waktu untuk berkelana kesana kita mempunyai banyak pilihan perjalanan. Tapi khusus untuk ini saya akan menceritakan serunya mendaki Posong tanpa sengaja. Tanpa sengaja? Iya benar tanpa sengaja.

Perjalanan kali ini. Berangkat dari rumah untuk bertemu dengan kawan, niatnya. Tidak banyak, hanya bertemu saja. Perjalanan dari rumah menuju Parakan, kabupaten Temanggung. Sudah berkali-kali saya melewati jalur ini. Menurut pengalaman yang sudah berlalu, perjalanan hanya memakan waktu satu jam saat lalulintas lancar dan badan fit.

Namun, sepanjang jalan berangkat. Saya harus menemui 2 kali macet, jalan buka tutup karena pembangunan. Syahdan, tersebutlah saya di sabtu sore yang padat. Antrean panjang mobil dan motor dari luar kota. Perjalanan molor menjadi satu jam lebih tigapuluh menit. Bagi seorang seperti saya yang biasa bersepeda motor, molor tigapuluh menit cukup membuat pantat panas dan pinggang pegal.

Dari rumah 14.30 WIB, saya harap-harap cemas bisa sampai tepat waktu di Parakan. Dan 16.00 WIB saya turun dari sepeda motor, sudah ditunggu kawan saya, ya karena dia pikir saya tepat waktu, ternyata molor banyak.
Tidak ada rencana apapun, saya mengikuti sepeda motornya menuju arah Wobosobo. Kemudian dia berbelok kanan mengikuti papan penunjuk jalan berwarna hitam dengan tulisan POSONG. Tiket masuk wisata alam Posong per orang senilai 7.000 per orang.

Perjalanan mendaki pun kami lakukan dengan sepeda motor dari pos penjagaan. Jalannya tersusun dari batu-batu yang dibelah rata dan berbaris-baris. Meski tampak rata tetapi tidak benar-benar rata. Karena medan yang terus naik dan berbelok-belok, saya harus menyetel sepeda motor pada posisi gigi 1.

Suasana sore itu cukup mistis bagi saya, awalnya. Karena pertama, saya baru sekali mendatangi lokasi ini. Kedua, waktu sudah sore dan cuaca mendung. Ketiga, saya sedikit takut dengan kabut (hahaha).

Coba bedakan foto ketika cuaca cerah dan mendung di bawah ini. Foto atas saya ambil dari google, dan foto bawah hasil jepretan kamera handphone saya.




Perjalanan mendaki bebatuan kurang lebih sepuluh sampai lima belas menit. Suasana di atas cukup dingin, makanya saya tidak berani melepas jaket. Kawan saya justru wudhu dan menunaikan shalat.

Inilah perbedaan kenampakan landskap atasnya. Foto atas juga saya ambil dari google.


Kalau yang ini adalah foto narsis saya, hehehe




Setelah itu kami minum kopi, tidak jelas nama kopinya apa. Tapi pahitnya terasa, nikmat sekali. Sempat saya bertanya kepada kawan saya, tetapi sayangnya dia juga tidak tahu. Mungkin kopi khas temanggung yang disangrai dan di tumbuk sendiri oleh masyarakat. Yang jelas rasanya enak dan baunya harum, jangan sampai tidak mencicipi kopi Posong jika berkunjung kesana ya.


Pemandangan Posong dalam kabut pun masih nampak indah. Entah kenapa, bagian lembah yang terutup kabut justeru terlihat misterius, dan saya suka meski sedikit begidik ngeri juga.

Beda kalau kita mendaki dalam cuaca cerah di siang hari. Udara dinginnya akan di seimbangi oleh terik mentari dari langit karena alamnya yang terbuka. Foto yang berhasil saya jepret dengan kamera handphone seadanya pun jelas sekali menampakkan kondisi alam saat itu, pukul 17.00 WIB kurang lebih.

Setelah menenggak habis kopi hingga ke ampas-ampasnya, kami bergerak turun ke parkiran saat adzan magrib berkumandang. Setelah sebelumnya mampir ke teras gardu pandang yang menampakkan landskap lembah Sindoro jika mentari cerah. Namun cukuplah kami mendapatkan satu dua kenang-kenangan dengan papan-papan huruf Posong Sun Rise Adventure.





Di seberang parkiran motor sudah berjajar tenda-tenda camping. Uh, rindu sekali saya dengan masa-masa tidur di bawah tenda, langsung melihat langit, membuat api unggun. Saya berharap suatu hari bisa berkemah benar di lereng Sindoro ini. Kami menyempatkan diri berfoto dengan para pengunjung yang tengah camping, beserta anak-anaknya juga, amazing. 


Meski hasil fotonya gelap gulita, cukup senang bisa berinteraksi dengan pengunjung lain disana. Saya menyesal tidak mengantongi camdic saat berangkat.

Puas berfoto bak hantu, kami menstarter sepeda motor dan turun kembali ke gerbang pos jaga. Masih banyak pengunjung yang naik dengan barang-barang kemah, jelas sekali. Saya sangat kepingin bisa tidur di tengah hawa dingin disana seperti mereka, semoga suatu saat bisa tercapai.
Sampai di jalan raya, kami melanjutkan perjalanan arah Wonosobo dan mampir di rumah makan Waroeng Djoglo. 

Tidak ada nafsu makan sama sekali tapi kawan saya memaksa saya makan. Saya hanya memesan semangkuk sekoteng, ia memesan segelas purwoceng. Purwoceng adalah minuman khas rempah-rempah. Dia bilang rasanya semacam makan cengkeh, saya tidak berani cium-cium baunya. Ia juga memesan sayur sawi putih dan seporsi mendoan, meski akhirnya bingung siapa yang mau memakannya. Saya tidak mau, dia juga tidak.

Agaknya perut kami kembung dan sepiring sayur beserta mendoan lengkap dengan sambalnya itu tidak tersentuh sama sekali. Kami tertawa geli ketika akhirnya dia meminta pelayan untuk membungkus makanan tersebut. Pelayan dengan wajah senyum lebar segera membungkus makanan kami.



Dia sengaja memilih tempat di bagian luar yang memperlihatkan lampu-lampu kota di kejauhan. Angin Wonosobo bertiup kencang. Ada sebuah ayunan kayu di sudut luar Waroeng Djoglo. Lagi-lagi kami mengambil foto, siapa tahu tidak bisa kesana lagi. Saya akan sangat bersyukur bisa mengulang episode dengan setting tempat yang sama dengan orang yang sama. Hanya mungkin perjalanan harus dimulai lebih pagi, atau paling tidak siang.
Perjalanan berakhir, waktunya istirahat. Sampai jumpa lagi Posong, maybe.



Jangan sampai tidak mampir ke Posong jika travelling ke Temanggung dan Wonosobo yak.

Share this:

JOIN CONVERSATION

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar