Episode yang menjadi Bukti

"Tidak ada janji", kataku. Kau masih seksama terdiam menyesap gemuruh sore yang kian terlelap, "ini bahkan bukan sebuah permintaan". Lanjutku.

Oh, sungguh. Bagian mana dari pesona seorang perempuan dengan kerudung yang menjuntai hampir menutupi seluruh lengannya, hingga membuatku tidak bisa berkata banyak. Bahkan setelah sebuah kalimat itu meluncur pun, rasa-rasanya ingin kutelan kembali ucapanku tadi.

Bagian mana dari chemistri seorang perempuan berkacamata dengan frame tebal berbentuk persegi, sehingga bisa mengubur dalam-dalam titian kalimat yang sudah ku bangun.

Tidakkah ia sadar diri? Aku seorang penulis. Semua orang terpesona dengan kalimatku, semua orang mengagumi ceritaku, semua orang terkesan akan ucapanku. Lalu, kenapa mesti perempuan mungil yang bahkan warna bajunya monoton dan kelabu, tidak bercorak. Dan bukan aku yang bisa membuatnya terkesan, tetapi justeru sebaliknya.

"Tidak ada janji?", jawabanmu datar, setelah sekian menit aku menunggu serasa berabad-abad. Kaki-kaki dengan kasut tebal dan rok lebar, berayun-ayun perlahan. Splash! Seperti disiram setangkup air es di wajahku. Jawabanmu jelas meragukanku, menurut spekulasiku sendiri.

"Bahkan bukan sebuah permintaan?", jantungku membeku. Kupikir kau sengaja mengulang kalimatku, sengaja menghina?.

"Maksudku, bukankah seharusnya kita saling berbagi?". Ahh! Jangan sampai kali ini juga kalimat yang salah, tidak lagi.

Benar saja, tidak ada jawaban langsung. Kau tertawa kecil, menganggapku lucu kah?

"Dik Ella"

"Sudahlah Bang, kalau kau cukup berani untuk tidak membuat janji. Buatlah setidaknya kesepakatan dengan ayahku"

"Ayahmu? Aku ingin tahu pendapatmu, dik"

"Tanyakanlah saja pada ayahku"

Dan ransel berwarna biru dongker memantul-mantul di punggungmu. Tiba-tiba hatiku pias. Kau melangkah pergi begitu saja, tanpa berpamitan. Kurasa itu cukup sopan karena aku tak yakin dengan pendapat ayahmu nantinya. Si anak perantauan yang berani sekali mencoba mengambil hati seorang gadis di tanah bertamunya. Lalu, bolehkah aku merasa hebat? Ah tidak juga. Aku tahu betapa kikuknya aku hanya berhadapan dengan gadis itu. Tidak banyak kata yang bisa di klik out untuk keluar dari kamus besar dalam otakku.

Dan itu sudah lama. Sekarang kupikir, walau tiada janji apa-apa, walau tiada permintaan apa-apa. Akan tetapi, hari kelahiran Alif kecil adalah satu bukti besar dari sekian banyak yang sungguh tuhan kirimkan untuk menunjukkan padaku. Dimana kau bersedia berbagi denganku.

Dan tidak perlu lagi ada pertanyaan. Dan setiap saat aku memohon ampunan, atas spekulasi-spekulasi yang kuciptakan untuk sedikit mengurangi rasa percayaku padamu.

Janji-janji kita bukan seperti di tulisan yang harus dibaca, namun kita bisa melakukannya dengan sikap yang bisa dirasa.

Tetap berbagi, tetap memberi.

## #

Tulisan ini didekikasikan untuk istri http://www.kataella.blogspot.com/ dari http://www.bangsyaiha.com

#

Terimakasih sudah membaca

Share this:

JOIN CONVERSATION

1 komentar: