Wajahmu dan Hatimu

Hari ini, Sabtu. Haidar selesai melaksanakan ujian di sekolah selama seminggu berlalu. Tsurayya ibunya, mengajukan usul kepada ayah Haidar, Atmim. Untuk membawa putra mereka jalan-jalan ke taman hiburan setelah melalui ujian semester I, kelas 4.

Awalnya Atmim menolak, karena akan sangat melelahkan jika berangkat sabtu sore. Namun, Haidar yang telah mendengar percakapan kedua orangtuanya merajuk, meminta untuk berangkat hari itu juga.

Beberapa saat berdiskusi, akhirnya Atmim setuju untuk berangkat selepas maghrib. Dengan syarat, sebelum masuk wahana taman bermain mereka harus makan malam dan shalat isya terlebih dahulu.

Persiapan dilakukan sejak sore, sehingga ketika maghrib tiba mereka langsung shalat dan berangkat. Jarak rumah hingga taman bermain kurang lebih setengah jam jika jalan raya legang. Namun, dikarenakan malam Minggu, kondisi jalan lebih padat dari biasanya. Mereka tiba di masjid terdekat dengan wahana taman bermain tepat saat adzan isya berkumandang. Setelah mengikuti jamaah Atmim membawa mobil ke rumah makan terdekat.

Satu jam kemudian, Atmim dan Tsurayya sudah bolak balik kesana kemari mengikuti kemauan Haidar mencoba segala jenis permainan.

Pukul sembilan malam, Haidar sudah keleahan dan meminta pulang. Sebelum pulang mereka mampir ke toserba untuk membeli keperluan di rumah. Tsurayya belanja peralatan mandi, keperluan dapur dan bahan makanan instant. Atmim dan Haidar memilih buah-buahan, sayuran dan beberapa daging olahan. Usai membayar, mereka berkemas dan pulang, sambil berbincang di dalam mobil.

***
Nayla menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia berdandan rapi, wangi, dan tentu saja cantik dengan sapuan make up tipis di wajahnya. Rambutnya tergerai indah, hitam, lurus. Ia memang sudah cantik meskipun tanpa make up.

Malam minggu, ia bermaksud bertemu kekasihnya. Kekasihnya sudah tiba di tempat yang di janjikan. Sementara Nayla masih menyetir sambil terus mematut diri di layan handphone, sesekali mengambil foto.

Handphonenya lebih membuatnya konsentrasi dari pada jalan raya, Nayla menerobos lampu merah dan menabrak mobil lain dari arah kirinya. Kecelakaan maut terjadi.

***
Atmim dan Haidar meninggal, tinggallah Tsurayya seorang diri dalam keadaan buta. Lalu Nayla harus mendekam beberapa tahun di penjara.

Sekeluarnya dari penjara, Nayla mencari alamat rumah Tsurayya. Nayla meminta maaf atas kecerobohan fatal yang ia lakukan sehingga membuat Tsurayya harus menghadapi musibah menyakitkan ini, ditinggalkan oleh suami dan anaknya tercinta.

Tsurayya yang hidup seorang diri dalam kegelapan, setelah beberapa tahun berusaha pasrah pada nasib menjadi kalap. Kemarahannya meluap, mengamuk, dan mengusir Nayla. Tidak ada pemberian maaf bagi pembunuh, kata Tsurayya.

Nayla datang kembali, membawa makanan. Kembali, membantunya membersihkan rumah. Kembali, membantu mengurus Tsurayya. Tsurayya yang tidak bisa melihat akhirnya pasrah dengan keberadaan gadis muda yang setiap hari mengunjunginya.

Suatu pagi, Tsurayya sakit. Nayla mengurusnya setiap hari hingga kembali sehat. Menemaninya di rumah sepi tersebut setiap saat, meninggalkan pekerjaan. Mengurus semua pengobatan dan keperluan makannya dengan baik dan tepat waktu.

Tsurayya amat membenci gadis itu, gadis yang menyetir ugal-ugalan hingga membuat matanya buta. Gadis yang menerobos lampu jalan hingga menewaskan suami da anaknya. Tsurayya lelah terus menyimpan dendam sementara tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membalas atau menuntut lebih. Tsurayya lelah menyakiti dirinya sendiri hingga membuat fisiknya lemah, pesakitan dan kurus.

Tsurayya bisa merasakan tangan Nayla yang bergerak mengompres dan memeras handuk untuk membantunya sembuh. Ia pegang pergelangan tangan Nayla.

"Pulanglah, aku tidak sudi memaafkanmu walaupun apa yang kau lakukan"

"Saya tidak akan pergi Ibunda, walaupun bagaimana anda mengusir saya. Saya akan tetap disini menemani bunda, semua ini salah saya"

"Pergilah, kau membuang-buang waktu"

"Tidak mengapa, asalkan saya mendapat maaf dari anda. Daripada saya tidak berusaha meminta maaf dan meringankan hidup bunda tetapi terus dibayangi rasa bersalah. Lebih baik saya seperti ini"

"Pulanglah, Nak"

"Sekalipun saya pulang, saya akan tetap kembali. Sampai saya mendapatkan maaf dari bunda, dan hari-hari setelah itu saya akan tetap kembali"

Tsurayya menangis, dipeluknya gadis muda itu. Tidak ada kalimat yang meluncur dari bibirnya. Namun ia telah mengutuki dirinya karena membuat orang lain menderita, terlalu lama memberi maaf.

Tidak ada wajah dan hati yang akan bahagia kecuali atas pertolongan dan kepasrahan kepada Allah.

##
Inspired by:
Song: Mikraj Cinta.
Singer : Siti Nur Haliza

Pict by google

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar: