Pertemuan Pertama
Aku sedang putus asa, sedih, kalut, marah dan banyak perasaan negatif lainnya menggerogotiku. Seumur hidup sekali ini aku merasa teramat dikecewakan oleh seseorang. Bukan, bukan seseorang saja, akan tetapi keadaan yang sedang terjadi.
Bagaimana aku harus menceritakannya kepada orangtuaku sendiri, bila sebuah hubungan yang terjalin antara dua keluarga diputuskan secara sepihak tanpa alasan yang jelas. Dalam seminggu berat badan turun 5kg, tidak nafsu makan dan menjadikanku tampak 3 tahun lebih tua. Hitam, keriput, dan layu. Pernikahan yang kami rencanakan tinggal beberapa bulan di depan mata, harus dihapus dari daftar rencana hidup dahulu.
Lalu, aku merasa harus move on dari keterpurukan dan putus asa. Aku tidak mau terlalu lama bersedih. Teman-teman, keluarga dan orang-orang dekat mendorongku untuk kembali sehat begitu mereka tahu masalah yang sedang kuhadapi.
Berselang waktu kemudian, seorang saudara jauh menghubungiku. Ia hendak memperkenalkanku kepada dia. Setelah aku iyakan, beberapa hari kemudian dia mengatakan hendak datang ke rumah. Beberapa hari aku menahan gundah, berdebar-debar. Bagaimana seseorang yang aku belum pernah jumpa, tidak pernah kenal, yang hanya ku tahu namanya, yang hanya kutahu seperti apa wujudnya dari sebuah foto digital, mengatakan akan datang ke rumah.
Hari itu tiba. Ia datang sendiri ke rumah. Sempat sedikit tersesat namun dapat diatasi dengan segera untuk mencapai alamatku. Posturnya lebih tinggi dan berisi daripada satu-satunya foto yang aku punya. Mengenakan celana jeans biru, kaos dengan motif garis-garis, sendal slop coklat tua. Sederhana sekali. Ia tampak malu, bingung dan ragu. Aku sendiri mengenakan kaos oblong panjang dan celana trining bekas jaman sekolah, berkerudung hitam. Aku sengaja, tidak dandan rapi atau terlihat mengesankan. Tanpa make up, tanpa parfum, cukup mandi saja. Aku ingin melihat apakah orang baru ini juga bisa melihatku apa adanya.
Setelah ia memperkenalkan diri, kami banyak diam dan hampir tidak ada yang dibicarakan. Kursi empuk di ruang tamuku seolah begitu menyiksa. Aku memaksa diri melontarkan pertanyaan, apa saja. Bagaimana keadaan di jalan, macetkah?. Berapakah waktu yang ia tempuh, lamakah? Bagaimana pekerjaan yang dia jalani, Lancarkah?. Setelah ini mau kemana, pulangkah?. Dan pertanyaan receh lainnya. Ia menjawabnya satu persatu, dengan nada dipanjang-panjangkan. Aku curiga ia juga khawatir tak punya cukup jawaban.
Sesekali aku berusaha memperhatikan wajahnya, mencuri pandang. Dan aku gemas ketika ia menoleh padaku karena aku harus memalingkan wajah ke arah lain.
Setengah jam, tidak lebih. Ia duduk di kursi ruang tamu dengan gelisah. Aku sendiri merasakan itu adalah waktu yang cukup lama. Hanya meminum teh yang kuhidangkan dan tidak sesikitpun menyentuh makanan di meja. Ia memang tampak pemalu. Namun saat itu bagiku, tindakannya amat berani. Ia tidak tahu siapa aku, bagaimana aku, seperti apa hidupku, dan mengenalku hanya melalui seseorang yang sama-sama kami kenal. Lalu, dia berani bertemu denganku untuk pertama kalinya di rumah.
Orangtuaku juga menyambutnya dengan baik. Ia juga berkenalan secara simple kepada beliau, meski tidak banyak ngobrol.
Bukankah itu indah? Pemuda yang lebih dewasa lima tahun dibandingkanku, datang dengan sungguh-sungguh ke rumah. Bukan mengajak keluar untuk bertemu di suatu tempat atau jalan-jalan. Aku mungkin tidak jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sebuah kesungguhan yang ia tawarkan. Aku tidak akan mengatakan jatuh cinta karena ketampanannya. Karena, memang ia tidak terlalu tampan, cukup manis untuk ukuran seorang laki-laki. Gaya bicaranya yang santun, mungkin karena grogi? Karena kemudian yang kutahu ia seorang yang tangkas dan cerdas ketika bicara.
Tidak ada banyak kriteria yang membuatku jatuh cinta kecuali langkah pertamanya menemuiku, di rumah. Dan itu adalah perkenalan yang begitu indah.
Setengah jam pertemuan yang kurasakan paling lama, menyesakkan, mendebarkan dan membuatku kesal. Ia pamit, padaku dan pada ayah ibuku. Kuantarkan ia sampai hilang di belokan jalan. Lalu aku menjadi bertanya-tanya, bolehkan aku berjodoh dengannya?.
###
Tulisan ini diikutkan dalam KF Challenge, hari ke - 4
Pict by google
Ikut deg-degan bacanya Mba.
BalasHapusIya...deg deg an...berdesir ...
BalasHapus