Pasal Pasal Hati
"Lapor polisi aja Gyl!". Ujar Septian dengan wajah cengengesan.
"Ga ada hubungannya!", Gylang menekuk kening, tampak seperti hendak menggigit Septian.
"Ya kan emang kalian ga ada hubungannya". Sahut Tran santai, sambil menggigit sempolan berbalur saus seharga limaratusan dan di goreng dadakan dari abang-abang sempolan yang mangkal depan gerbang SMA.
Gylang menepok jidatnya sendiri, sambil sekali dua melirik tiga temannya yang barusan dicurhati. Saepudin yang berkacamata sedang asyik makan sempolan sambil membukan buku hukum perdata yang ia comot dari perpustakaan.
"Kan kasihan si mbak cantik itu kalo di laporin polisi, Sep", Saepudin menimpali, tangannya dengan gerak pelan hati-hati membuka lembar tipis selanjutnya.
"Nyuekin orang itu perbuatan tidak menyenangkan, Sae. Jadi, ya itu udah seimbang kan laporannya, kasusin aja Gyl", Septian menyenggol lengan Gylang yang masih menekuk kening.
"Sudah, tidak apa-apa. Besok coba di suit in lagi deh si embaknya yang cantik itu. Apa perlu gue bantu nyuitin, Gyl?". Usul Saepudin, matanya sekarang bergerak mengikuti jari telunjuk menelusuru huruf-huruf di buku. Sesekali menggigit sempolan, lalu kembali lagi.
Sementara Gylang sendiri, duduk bersila sok cool diantara mereka. Kerutan di keningnya tak kunjung membaik, sementara tangannya memegang tusuk sembolan, saus sempolan sudah meleleh hingga ke jari-jari tangan karena tak kunjung di makan.
"Ya namanya juga cobaan, gak gampang kan nyuitin cewek cantik. Apalagi yang kaya si embak cantik itu. Mending kalau ga maju ya mundur aja deh", kali ini Tran usul, masih cuek melahap sempolan.
"Ya emang pilihannya cuman ada dua, bego. Kalo gak maju ya mundur, emang Gylang bakalan serong-serong gitu? Gak mungkin lah". Septian menyenggol siku Tran dengan dengkulnya, membuat Tran hampir tersedak sempolan.
Gylang yang sudah tampak putus asa, semakin tampak putus asa dengan usulan kawan-kawannya.
"Curhat sama kalian tuh malah bikin berasa mau mati aja deh", keluh Gylang pada akhirnya, kemudian menggigit sempolan.
"Nah, kalau begini kasusnya berkembang Sae!", seru Tran, menyodok Saepudin menggunakan tusuk sempolan, tepat di pipi Saepudin.
"Berkembang gimana?", Saepudin yang masih khusyuk harus menoleh kepada Tran, ujung jari telunjuknya menempel erat-erat di permukaan kertas.
"Coba cari deh, pasal percobaan pembunuhan, hukumannya berapa?", Tran menunjuk-nunjuk wajah Saepudin dengan tusuk sempolan.
"Oke!", Saepudin menjawab sumringah lalu menggigit sempolan, kemudian kembali menelusuri tulisan-tulisan. Mencari kata : pembunuhan.
"Muke gileeee, kalian". Gylang semakin berwajah terlipat, dengan tanpa menikmati melahap gigitan demi gigitan sempolannya.
"Ntar kalo dia di kasusin, kita berriga siap kok jadi saksinya Gyl. Betapa tidak menyenangkannya perbuatan embak cantik itu. Betapa perih rasanya dicuekin, bikin mau mati". Septiap berdeklamasi sambil menatap awang-awang, tangan kanannya belepotan saus menremas baju di atas saku kirinya, seolah-olah kesakitan setelah ditusuk panah yang ditembakkan dari kejauhan.
"Iyaaa, kita siap kok belain Gylang. Ya nggak, Sae". Tran menimpali sambil menyodok Saepudin lagi. Saepudin mengacungkan jari jempol tepat di depan hidung Gylang, berkata "Sip" pendek, kemudian kebingungan karena kehilangan jejak penelusuran di buku yang ia baca.
"Kalian ini, kelas sudah masuk lima belas menit yang lalu, masih nongkrong disini sambil makan sempolan lagi". Pak Heru, wali kelas mereka datang, dengan wajah marah dan berkacak pinggang. Tetapi kelihatannya empat murid itu tidak begitu peduli.
"Gyl, ada dewa kita tuh". Septian kini ganti menyodok Gylang, memperingatkan. Gylang diam saja, masih makan sempolan.
"Pak Heru, dewa kami. Kami disini sedang dalam rangka menghibur Gylang yang sedang terluka, Pak". Lapor Tran dengan wajah sok polos.
"Apa gerangan yang terjadi, murid-muridku?". Pak Heru lalu berjongkok tepat di depan wajah Gylang, Gylang cuek sambil makan sempolan.
"Tadi Gylang nyuitin embak cantik dari kelas sebelah, tapi Gylang dicuekin. Kemudian kami disini menghibur Gylang, Saepudin juga sedang mencari pasaf untuk mengkasuskan si embak dengan tuduhan : 1. Perbuatan tidak menyenangkan, 2. Percobaan pembunuhan". Terang Septian lugas dan tegas.
"Percobaan pembunuhan?". Pak Heru mengernyit, tak kalah kerut dari Gylang.
"Gylang bilang, rasanya seperti mau mati, Pak". Lanjut Tran memberikan penjelasan. Saepudin masih terus mencari pasal-pasal yang tepat.
"Anak-anak. Kalian tahu penulis? Penulis itu kalau mau nerbitin buku susah-susah gampang".
"Terus, apa hubungannya pak?"
"Ya itu dia, sama artinya kalau Gylang dicuekin sama si embak cantik kelas sebelah, Gylang tinggal pilih : mau nerbitin kisah cintanya sama si embak itu, atau pindah aja ke penerbit lain yang nggak jutek-jutek amat". Nasehat pak Heru lembut.
"Tuuuuh kan! Udah dibilangin juga tadi". Seru Septian, mengacungkan tusuk sempolan.
"Mau bapak bantu nerbitin, Gyl?". Ujar pak Heru.
"Mau pak!", wajah Gylang mendadak berkilau, eh maksudnya bercahaya.
Pak Heru berdiri,
"Caranya, sekarang kalian masuk kelas dulu. Cepat!" Teriakan pak Heru mengagetkan mereka. Dengan tergopoh-gopoh keempat siswa tersebut bangkit dan lari menuju kelas mereka.
"Kukira pak Heru serius!", ujar Tran.
"Sekalian aja kita kasusin pak Heru, perbuatan tidak menyenangkan!", usul Septian.
Gylang menepuk jidat.
"Dia dewa, mana bisa dimasukin jeruji besi", ujar Saepudin. Tran dan Septian mengangguk-angguk berpikir.
Gylang ngacir lebih cepat.
#
Cerita ini hanya fiktif belaka untuk menjawab tantangan aa Gylang di tantangan ODOP.
Sumber gambar : google
Hahaha gokil...
BalasHapusSuka suka suka
Hhioo.... Konyol.. Lucuuu. ..
BalasHapusHaha perbuatan tidak menyenangkan :D
BalasHapuskeren jd nybayang klo sma bareng wkwkwk
BalasHapusWah...itu bisa jadi pasal juga ternyata hahhahaa...
BalasHapus