lucunya syar'i (bag 2)
KETIKA KITA SIBUK SENDIRI
Bismillahirrohmanirrohiim
Indonesia adalah
sebuah negeri multi dimensi. Maksud saya, entah bagaimana berbagai model cara
dan norma hidup bisa berjalan beriringan di negeri bernama Indonesia ini. Indonesia
dengan berbagai suku dan bahasa. Indonesia dengan berbagai ras dan budaya. Saya
tidak akan jauh-jauh sampai kesana karena tulisan ini adalah untuk melanjutkan tulisan
opini saya sebelumnya mengenai lucunya syar’i : ketika hukum dijadikan negosiasi.
Di tulisan sebelumnya saya menyampaikan bahwa ada tawar menawar hukum yang
terjadi hanya dengan membeli ruang kosong akal yang seharusnya menjadi tempat
ilmu namun belum terisi. Maka dengan mudah sebuah kontrak lain yang lebih cepat
dan tangkas akan mengambil alih kekosongan pengetahuan kita, euuh bahasanya
berat.
Kita semua
tidak asing dengan perbedaan kehidupan di Indonesia yang begitu berwarna. Kali ini
kita akan menilik dari segi agama islam, bukan berdasarkan jenis suku, ras dan
budaya. Agama islam yang ada di Indenosia adalah salah satu contoh keragaman
yang sangat luar biasa. Antara kelompok penganut madzhab imam yang berbeda
namun bisa hidup berdampingan. Para ulamanya yang saling dekat satu sama lain. Perbedaan
kelompok ormas bukan hal yang fenomenal di Indonesia. Bahkan umat islam
Indonesia begitu tolerannya terhadap penganut agama lain.
Namun, jika
ditilik lebih dalam. Umat islam memiliki masalah-masalah intern yang justru tak
terselesaikan. Diantaranya adalah, kita terlalu sering memperdebatkan perbedaan
di dalam islam itu sendiri. Banyak PR yang seharusnya bisa dikerjakan oleh kita
semua daripada memperdebatkan segala sesuatu yang sudah jelas dalil dan nash
nya. Kita musa masalah dengan kepekaan terhadap lingkungan.
Demi melanjutkan
tulisan sebelumnya. Saya mengatakan PR yang harus kita kerjakan adalah masalah
yang belum kita selesaikan solusinya di tulisan yang sebelumnya.
Apa yang
harus kita lakukan sekarang, mengenai pemahaman generasi muslimah kita yang
masih salah kaprah. Tentu saja memberikan pemahaman kepada generasi muda kita
agar pemahamannya menjadi benar. Bahwasanya hijab adalah kewajiban tanpa
menunggu baiknya akhlak.
Apakah dengan
memberikan pemahaman saja sudah cukup? Tentu tidak. Saat ini sudah banyak
sekali dai-daiyah muda yang gencar mendakwahkan hijab dengan cara mereka
sendiri-sendiri. Bahkan banyak sekali bertebaran komik islam maupun kata bijak
di dunia maya yang mendakwahkan hijab secara langsung maupun tidak. Apakah semuanya
cukup, nyatanya belum.
Lalu apakah ada
hal lain yang menghalangi kenapa generasi muslimah kita masih banyak yang
enggan berhijab dan menutup aurat.
Anak-anak
muda jaman sekarang adalah anak-anak modern dengan gaya hidup demokrasi dan
memiliki hak asasi penuh atas pendapat mereka. Jika dituruti dengan cara yang
kurang tepat, yang akan terjadi hanyalah perseteruan. Maka pemahaman yang perlu
kita berikan kepada generasi muda adalah pemahaman yang penuh kasih sayang. Tidak
semata-mata menyampaikan ajaran hukum secara lurus. Kita hidup di jaman yang
penuh variasi dan trik. Bahkan untuk sekedar mengajak seorang remaja untuk
berhijab kita memerlukan cara-cara khusus. Kedekatan psikologi juga menjadi
dasar penting dalam mendakwahkan ajaran islam, mengajak anak-anak muda berhijab
khususnya.
Maka dakwah
yang paling pertama harusnya disampaikan oleh keluarga, oleh ayah dan ibu.
Bagaimana? Apakah
setidaknya kita sudah mendapat pandangan siapa yang akan dirangkul terlebih
dahulu? Untuk dapat mengajak generasi muslim kita menjadi perempuaan yang
terhijabi dirinya sehingga dapat juga membantu menghijabi akhlaknya.
Apabila pemahamannya sudah benar, maka tida akan enggan seorang muslimah itu untuk berhijab.
0 komentar:
Posting Komentar