lucunya syar'i (bag 1)
KETIKA HUKUM DIJADIKAN NEGOSIASI
Bismillahirrohmanirrohiim
Dulu, dulu
sekali ketika saya belum mengerti benar bagaimana hukum berhijab bagi seorang
wanita muslim. Ketika itu memang dakwah sudah sampai kepada saya, karena bahkan
dari kecil keluarga saya sudah membiasakan anak-anak perempuan mengenakan
kerudung meski masih lepas pakai. Mungkin dipengaruhi oleh usia SD dan karena kami
belum baligh. Sejak usia SMP, saya sudah paten mengenakan kerudung, sudah
merasa malu ketika terlepas sedikit saja.
Sewaktu menjadi
siswa SMA, saya tergolong aktif dan cerewet, saya bisa berkomunikasi dengan
siapa saja. Meski tidak sedikit orang mengatakan saya sombong, mungkin karena
wajah saya yang asli sadis dari cetakannya.
Diantara teman
sekelas yang laki-laki. Ada salah satu diantara mereka yang punya pacar dan
tidak berkerudung. Dia mengatakan kepada saya dengan percaya diri bahwasanya : “lebih
baik perempuan tidak berkerudung tapi akhlaknya baik daripada berkerdudung tapi
masih pacaran. Aku bilang ke pacarku, kalau kamu mau berkerudung perbaiki dulu
akhlakmu. Jangan seperti perempuan lain yang pada berkerudung tapi sifatnya
munafik”.
Bayangkan,
jika kalian adalah gadis berusia 17 tahun yang masih awam agamanya dan aqidahnya
belum mapan. Apa yang anda pikirkan pertama kali?. Jujur saja, waktu itu saya
berfikir bahwa saya setuju sekali dengan ucapannya, ucapan teman saya tersebut.
Saya setuju sekali kemudian saya berfikir. Lalu apa yang harus saya lakukan
ketika saya adalah seorang gadis berusia 17 tahun dan berkerudung, apakah saya
termasuk anak gadis yang munafik seperti yang dikatakan teman saya itu?.
Ironisnya,
saya justru berifikir bahwa perkataannya itu benar.
Ironisnya,
saya menjadi berprasangka bahwa akhlak saya sudah satu level lebih baik daripada
gadis lain yang tidak berkerudung.
Sekarang saya
meyakini bahwa kalimat tersebut adalah jalur pemikiran yang salah, tidak valid,
mengada-ada, dan bisa jadi menjerumuskan. Kenapa kita seolah-olah bernegosiasi
dengan hukum yang ditetapkan ajaran agama kita.
Lalu apa
hubungannya?
Segala sesuatu
yang diucapkan oleh seseorang akan membawa pengaruh bagi orang lainnya. Akhir-akhir
ini saya juga baru sadar mengenai kenyataan ini. Itulah kenapa diam lebih baik
daripada mengatakan sesuatu yang tidak bermutu.
Kita lihat
bagaimana kalimat pendek itu sudah mempengaruhi saya selama beberapa lama kurun
waktu. Apakah sesuatu terjadi kepada saya? Tentu saja.
Pertama,
karena saya mempercayai kalimat itu, saya menjadi toleran terhadap teman-teman
yang tidak berkerudung namun sifat dan sikapnya baik.
Kedua,
karena saya mempercayai kalimat itu, saya menjadi toleran terhadap teman-teman
yang tidak berhijab yang pergaulannya kurang lurus. Karena bahkan mereka tidak
bisa bersikap sedikit lembut, bagaimana mau berhijab?.
Ketiga,
karena saya mempercayai kalimat tersebut, saya menjadi berbangga diri atas
hijab yang sudah saya pakai. Padahal perasaan sedikit semacam ini efeknya luar
biasa. Bisa menyebabkan saya tidak mau mendengar nasehat orang lain lagi.
Ke empat,
karena saya mempercayai kalimat tersebut, saya enggan mengajak teman-teman yang
belum berhijab untuk menutup auratnya.
Yang saya
ajak bayangkan adalah, apakah kemungkinan seperti yang terjadi pada saya bisa
terjadi pada orang lain? Tentu saja.
Disini poin
pentingnya, ketika orang yang awam ilmu agamanya seperti saya dimasuki
pengetahuan yang nampaknya selaras dengan kondisi real yang terjadi di
lingkungan kita. pemikiran saya menjadi terputar berbalik dan keliru. banyak hal yang mungkin seharusnya bisa saya lakukan namun tidak saya lakukan. begitu pula yang seharusnya saya tinggalkan justru terjadi pada saya, diantaranya adalah salahnya pemikiran tentang level akhlak diri sendiri.
Apa yang sekarang harus kita lakukan sekarang?
hemm, akhlak dan iman seseorang hanya Allah yang tau ya mbak
BalasHapus