Bubuk Kopi bag 10
Andini meletakkan telur dadar di meja makan, lalu sayur bening, tempe goreng, dan terakhir mengangkat nasi dari rice cooker sekaligus wadahnya. Jam dinding ruang makan menunjukkan jam 19.30. Sepeda motor Danu baru saja masuk garasi.
"Sudah kontrol, Mas?", sambut Andini, menyahut jaket Danu dan menggantungnya. Danu hanya mengangguk lemah.
"Mau makan dulu, atau mandi dulu?", lanjut Andini
"Aku lelah sekali, mau tidur saja"
"Harus makan dulu, kan harus minum obat"
"Sudah sehat, kok"
"Mas", panggil Andini, Danu menghilang di balik pintu kamar, tak mengindahkan. Andini mengambil bagian makan malamnya, lalu menyusul Danu ke kamar. Danu duduk bersandar dinding, membaca koran.
"Sungguh, nggak mau makan", Danu hanya tersenyum.
Mereka berdiam-diam. Danu melanjutkan kegiatannya, sementara Andini mengganti pakaiannya dengan baju tidur. Andini mengambil tempatnya, memasang selimut lalu memejamkan mata. Satu jam berlalu teramat lama. Andini masih dengan posisinya. Kini Danu bangkit untuk mengganti pakaiannya.
Saat Danu merebahkan diri, Andini membuka matanya.
"Mas, kemarin lusa aku ketemu Tata"
"Hmm?", gumam Danu
"Iya, Tata yang itu. Yang datang ke pernikahan kita itu kan"
"Terus?"
"Dia belum menikah ya, Mas?"
"Kenapa mau tahu urusan orang", Danu berujar datar.
"Iya kan, kan kalian akrab"
"Hmmm"
"Mas, pernah berfikir orang yang punya dua istri itu bagaimana?"
"Persepsi orang beda-beda"
"Kalau kamu, Mas?"
"Tidak tahu"
Andini berhenti bertanya. Danu memejamkan matanya.
"Mas?", panggil Andini, Danu menggumam pelan, "gimana kalau mas menikah lagi?". Lanjutnya.
Danu membuka matanya, lalu menoleh ke wajah istrinya.
"Aku sudah ketemu Tata, dan memberinya kesempatan untuk menjadi istri keduamu, Mas"
"Apa maksudmu?"
"Menikahlah mas dengannya, Dini ikhlas kok"
"Jangan sembarangan bicara!"
"Kalau mas tidak mau menikahinya, berhentilah mampir ke rumahnya setiap pulang kerja, Mas"
Danu reflek bangkit. Andini juga.
"Dini sudah tahu, sejak lama sekali. Dini nggak mau rumah tangga kita seperti ini"
"Jangan ngaco"
"Mas menghianati Dini, tapi kalau mas mau menikahinya, Dini nggak apa-apa. Daripada suami Dini terus ketemu perempuan yang dia cintai dan tidak bahagia hidup dengan istrinya"
"Andini!!"
"Dini sudah nggak kuat kalau mas begini terus!", Andini berteriak. Danu mengibaskan selimutnya dan turun dari ranjang.
"Mas, cukup mas. Dini sudah bicara dengan Tata. Menikahlah mas, Dini nggak suka dengan keadaan ini"
"Cukup! Diam!"
Danu melangkah keluar dari kamar, membiarkan pintu kamar terbuka. Andini menelungkupkan wajahnya diantara kedua lutut, menangis.
Lalu sepi, tangis Andini meresap ke dalam dinginnya malam yang sunyi.