OPALO # 12
Opalo pergi ke RSI malam itu juga, seharian kami dirumah dalam keadaan kacau. Ayah belum tahu, Ayah pergi belanja perkakas warung dengan seorang pegawainya.
Aku harus menunggu di rumah dengan Ibu. Entah apa yang harus kulakukan. Besok sekolah dan suasanaku kacau, sebentar lagi UUS. Jujur saja aku tidak bisa konsentrasi belajar. Aku dan Ibu menonton televisi. Hujan turun deras di luar sana. Hari ini hari Minggu, 4 Desember 2016.
Tidak ada yang lebih penting dalam kehidupanku saat ini selain memikirkan nasib Opalo, kurasa. Meskipun pada kenyataannya itu tidak merubah apapun. Opalo yang harus menjalaninya sendiri.
Jam 01.35 dini hari, suara sebuah mobil berhenti di pelataran rumah. Dan sebuah sepeda motor kurasa. Ayah keluar terlebih dahulu. Dokter Muhammad keluar dari mobil dengan Opalo, dan seorang pemuda memarkirkan sepeda motor Opalo.
Kami duduk berenam di ruang tamu, Ibu yang meminta karena khawatir seseorang mungkin mengawasi.
Malam ini, dokter Muhammad menyampaikan banyak hal yang kedengarannya menakutkan. Diantaranya, kami harus lebih hati-hati kepada orang asing mulai sekarang, pertanyaannya : orang asing seperti apa?. Kami tidak boleh tampak mencurigakan mulai sekarang, pertanyaannya : mencurigan bagaimana?. Dan masih banyak lagi.
Dokter Muhammad mengatakan ini semua demi keselamatan kami, pertanyaannya : selamat dari siapa?. Dan terakhir : jangan bersikap berbeda dari biasanya. Dan kali ini aku mengerti, sikap menonjol itu memang ditunjukkan Opalo.
Ada hal-hal rumit yang sejatinya aku sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana. Pergerakan Opalo sudah di intai sejak ia mencari tahu tentang asal uang di rekening bank kami. Siapa? Dan kami hanya mendapat jawaban : seseorang.
Tiba-tiba aku merasa bukan hanya Opalo yang diintai, tapi mungkin rumah ini juga. Dan bahkan kakakku, Gema.
Dokter Muhammad mengatakan untuk tidak pergi terlalu jauh kecuali sekolah, pertemuan dengan teman-teman, jalan-jalan, perpustakaan. Intinya, tetaplah berada di tempat yang banyak orang, namun jangan di tempat terlalu ramai seperti perayaan, konser-konser di simpang lima.
Aku mengerti, aku dan Opalo hanya boleh ke sekolah, Ibu hanya boleh ke pasar, dan ayah hanya boleh berjualan. Selain itu, tidak boleh.
Semua ini membatasi ruang gerak kami. Aku khususnya, karena dirumah aku yang setiap hari bahkan setiap saat bersama Opalo. Mungkin ini saatnya mencari tahu.
2.30 pagi dokter Muhammad pulang dengan pemuda itu, entah siapa dia. Dia hanya mendengarkan dokter berbicara seperti kami.
Aku tidak bisa tidur hingga subuh. Keesokan paginya Ibu memaksaku tetap sekolah. Agar keadaan di rumah tampak normal dan tidak mencurigakan.
Ibu di rumah sendiri, dengan kamar-kamar kost yang sepi bersamanya.
Kupikir aku sakit hati, tidak merasa perlu berbicara dengan Opalo pagi ini. Jelas sekali aku tahu emosiku, aku bisa saja meledak. Karena aku tahu Opalo adalah 'sesuatu'.
Dan berbaring di ruang UKS adalah pilihanku. Meminta jamu masuk angin sehingga para guru membiarkanku tidur, aku sudah sehari semalam kehilangan waktu istirahat sejak insiden Minggu siang.
Kuhubungi kakakku, Gema. Ketika aku terbangun di ruang UKS sore harinya, aku tidak mau pulang hari ini.
Matahari masih terang, aku bisa melihatnya jelas dari jendela. Dan ada suara gitar di luar sana. Anak-anak kelompok seni. Dan ada suara bola memantul di luar sana, sepak bola, volly atau basket, mungkin saja.
##
Pict by google
0 komentar:
Posting Komentar