Malu Pada Hijabku

Pernah merasa seolah semua masalah menimpamu hari ini, sekaligus? Aku iya, aku kesal sekali sejak dua hari kemarin. Mungkin mood ku sedang naik turun.

Hari ini aku kuliah siang, dan banyak pekerjaan di rumah yang harus kukerjakan tanpa bantuan.

Dua hari yang lalu, teman satu kelompok membicarakan tugas kuliah. Kami ada 4 orang, perempuan semua. Malamnya, salah satu teman mengirimiku email berisi materi yang telah ia kumpulkan. Maka otomatis aku harus menyusunnya.

Dan hari ini, makalah itu belum selesai. Padahal kami harus presentasi sore ini di jam terakhir perkuliahan. Dengan segenap tenaga dan pikiran, kucurahkan waktu terakhir untuk menyelesaikan tugas makalah kelompok kami. Aku cukup lega karena masih ada waktu satu jam tiga puluh menit sebelum kuliah masuk.

Ku hubungi temanku lainnya untuk meminta tolong membawa ke tukang fotocopy untuk menggandakan dan menjilid hasil print out. Dan jawabannya mengejutkan. Ia menolak karena sedang sakit perut.

Baiklah, masih ada satu jam. Maka aku bergegas mandi dan bersiap. Aku paling tidak suka terlambat. Bukan masalah absen, tetapi ada poin penting yang tidak akan kita tangkap ketika terlambat masuk kelas.

Setengah jam sebelum kelas dimulai, aku mendaftarkan antrian di toko fotocopy. Entah kenapa, jam seakan berjalan begitu cepat. Setengah jam berlalu, dan hasil penggandaan batu selesai setengahnya. Aku mulai tegang, kesal dan berkeringat. Aku benar-benar benci terlambat masuk kelas.

Temanku yang menolak membawa hasil print out ke toko fotocopy mengirim pesan, bahwa ia akan ikut bersepeda motor denganku. Kuabaikan pesan itu. 15 menit kemudian ia mengirimi pesan lagi bahwasanha ia menungguku di rumah ku. Kuabaikan lagi, terserah.

Ketika aku kembali ke rumah untuk mengambil jaket dan helm untuk segera berangkat kuliah, temanku tidak ada di rumahku. Tetap saja aku tidak tega, kulihat handphone dan mendapati pesannya : meminta dijemput.

Ya tuhan, aku betul-betul kesal, meradang. Okelah, aku mengalah saja. Lagipula tidak akan perlu sebuah amarah untuk membuat ini menjadi berarti. Kujemput ia di rumahnya, dan sebenarnya kami sudah terlambat.

Aku tidak sudi melihat wajahnya, gigiku rapat dan bibirku terkatup, aku membisukan diri. Perjalanan tidak jauh, hanya 20 menit. Akan teyapi tetap saja, kami sudah terlambat. Rasa-rasanya dadaku penuh dan ingin meledak. Kukeluarkan emosiku di perjalanan. Meski sedikit, akhirnya air mata keluar.

Aku masih belum ingin berdamai dengan keadaan. Sesampainya di kampus kami masuk kelas dan bersalaman dengan dosen perempuan. Melihat dosen sudah duduk di kursi sambil membahas materi dari layar LCD, dadaku berdegup kencang. Kalau boleh, aku ingin teriak.

Kupilih bangku yang sedikit ke belakang. Kulepas tas dan jaketku. Jilbabku terjuntai lebar menutupi sepertiga bagian tubuhku. Aku beristighfar. Tidak ada gunanya menyalahkan orang lain, ikhlaskanlah. Kataku pada diriku sendiri. Aku malu, malu sekali pada jilbabku yang sudah sepanjang ini, namun begitu pendeknya kesabaranku. Hanya masalah sekecil ini, dan aku begitu marah hingga telapak tanganku basah seperti mengembun.

Tidak, tidak lagi. Biarlah, biarkan kemarahan itu terhempas seperti hijab yang melambai tertiup angin.

##
Pict by google

Share this:

JOIN CONVERSATION

2 komentar: