Ibu dan HAM
Indonesia darurat moral. Akhir-akhir ini slogan tersebut ramai diperbincangkan di media elektronik. Saya menyebutnya begitu karena hanya media elektroniklah satu-satunya saya bisa memgakses informasi terbaru.
Terakhir diberitakan hingga begitu viral tentang pencabulan oleh anak-anak SMP dan SD. Kenapa hal semacam itu bisa terjadi? Banyak hal yang mempengaruhi tentunya. Sikap anak-anak pada masa sekarang yang seringnya luput dari perhatian orang tua. Pergaulannya, teman-temannya, tontonannya.
Seorang anak SD, menjadi pelaku pencabulan. Bagaimana bisa?. Kenapa hal itu bisa terjadi? Ada banyak hal yang bisa dijadikan alibi atau persangkaan mengenai asal muasal kejadian tersebut.
1. Pergaulannya. Dengan siapa si anak bergaul. Apakah pergaulan ini yang membawanya kepada perbuatan tersebut? Tentu, bagaimana bisa tidak mungkin. Anak-anak ini bahkan melakukan hal tersebut secara berkelompok. Apa tidak mungkin jika yang mereka lakukan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu. Kalaupun mungkin dalam kasus ini tidak, tapi bisa jadi iya di kasus lainnya.
2. Teman-temannya. Dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk anak SD, memang disana di ajarkan bahwasanya kita tidak boleh memilih-milih teman. Setiap orang harua rukun dan saling bersaudara. Tidak boleh ada permusuhan diantara satu orang dengan lainnya. Lalu, apakah pelajaran tersebut salah? Tidak juga. Lalu kalau anak-anak berteman dengan siapa saja itu salah? Tidak juga.
3. Tontonannya. Masa sekarang ini, tontonan dijadikan tuntunan. Tuntunan dijadikan tontonan. Dari mana anak-anak SD ini bisa mengetahui jenis kejahatan semacam pencabulan. 'Kejahatan' mereka harusnya sebatas berkelahi dengan teman lalu rukun lagi, lempar-lemparan buku dengan teman lalu rukun lagi. Apakah mereka menonton atau mengetahui sesuatu yang harusnya tidak boleh mereka ketahui saat ini? Bisa jadi.
Dengan kesimpulan acak-acakan tersebut. Lalu saya teringat tentang HAM. Masalah HAM sudah lama cukup viral di Indonesia. Yang mana Ayah dan Ibu bisa menjadi tersangka penganiayaan atau apapun yang disebut melanggar HAM. Lalu bagaimana peran orang tua dan guru mengenai permasalahan pencabulan tersebut? Mereka akan dipertanyakan keberadaannya, tapi :
1. Ketika orang tua atau guru melarang seorang anak bergaul dengan teman yang bukan seusianya, mungkin bisa dikatakan melanggar HAM.
2. Ketika orang tua atau guru melarang anak berteman dengan teman yang ia sukai (sekalipun perangainha buruk), dan si anak melanggar kemudian ia mendapat hukuman fisik misalnya. Hal itu bisa disebut melanggar HAM.
3. Ketika orang tua atau guru melarang anak menonton media yang seharusnya tidak diperuntukkan baginya, lalu si anak melanggar dan jelas sekali banyak diantara mereka yang mendapat hukuman. Hal itu bisa dikatakan melanggar HAM.
Kemudian, ketika anak dibiarkan bergaul bebas, berteman dengan siapa saja, menonton apa saja, bahlan membelikan gadget untuk mereka yang belum cukup usia, membelikan sepeda motor untuk mereka berkendara kemana-mana, membiarkan anak-anak main di warnet tanpa tahu waktu dan lepas dari pengawasan. Akhirnya itulah yang terjadi ketika orang tua bahkan tidak berani mencubit anaknya karena takut akan undang-undang pelanggaran HAM.
Apa yang akan terjadi pada generasi Indonesia nantinya jika anak-anak tidak memiliki sesikit rasa hormat, patuh, dan takut kepada orang tua dan guru. Apa yang akan terjadi nantinya jika guru bahkan tidak berani melemparkan sepotong kapur kepada muridnya dan membiarkan ia 'sekolah' sesuai kemauannya. Lalu para guru hanya mengajar untuk melakukan formalitas pekerjaan tanpa memperdulikan pemberian didikan tekanan mental dan membiarkan anak-anak bermanja-manja. Apa yang akan terjadi jika anak tidak diajari patuh tanpa sedikitpun mengenal punnishment, hukuman, rasa jera, kepatuhan, menghormati, perjuangan, usaha keras, tekanan emosi dan spiritual.
Saya rasa tidak ada seorang ayah, ibu, ataupun guru yang dengan sengaja berniat untuk melukai anak. Bentuk-bentuk emosi memang kadang perlu di terapkan pada suatu keadaan dengan porsinya.
Bukankah orang tua dan guru akan tetap dipertanyakan keberadaannya jika seorang anak melakukan sesuatu. Entah sesuatu yang baik, dan pasti dipertanyakan dalam keadaan keburukan seorang anak. Tetapi sekecil-kecilnya hukuman kepada anak-anak terancam pasal-pasal Komnas HAM. Apakah Komnas HAM sungguh akan memberikan tanggung jawab penuh apabila hal-hal kurang berkenan seperti pencabulan yang dilakukan anak SD itu terjadi? Tentu orang tua dan guru yang pertama kali akan merasakan dampaknya. Apakah Komnas HAM sungguh akan memberikan pelatihan spiritual dan intelegensi gratis seperti yang dilakukan orang tua seharusnya, atau yang dilakukan guru dengan biaya murah bahkan termasuk dalam iuran SPPnya.
Kalau begitu, ketika anak-anak yatim dan terlantar yang sekolah dengan membawa seember es lilin, sekeranjang gorengan, sekardus snack untuk dijual sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ini dianggap apa? Apakah ayah ibunya yang sudah meninggal akan terkena pasal pelanggaran HAM juga? Lalu sejauh mana yang pemerintah lakukan untuk memelihara anak terlantar di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini?
Bukankah lebih baik jika pemerintah mengayomi para anak-anak yang sering tayang di acara televisi orang pinggiran ini terlebih dahulu. Dan biarkan para orang tua dan guru mendidik anak-anak dengan hukuman-hukuman kecil yang justru melatih mental dan akal mereka. Tidak membuat mereka bermanja-manja dengan segala fasilitas, tidak membuat mereka bersantai-santai tanpa ada kerja keras.
Entahlah, keberadaan komnas HAM memang tidak selamanya buruk. Tapi menurut saya, yang paling penting justru mereka harus memperjuangkan HAM anak-anak terlantar untuk mendapatkan hak kehidupan layak dan pendidikan wajib belajar serta pengayoman kasih sayang. Mereka lebih membutuhkan, sungguh. Daripada anak-anak yang hanha dicubit ibunya atau disuruh berdiri di depan kelas oleh gurunya sebagai bagian dari pelajaran memberikan efek jera.
Mari berjuang, berjuang untuk anak-anak di sekeliling kita. Agar mereka terdidik tanpa kita khawatir akan melanggar satu dua pasal pelanggaran HAM. Mari berjuang, berjuang memberikan anak-anak teman, lingkungan dan tontonan terbaik untuk mereka.
0 komentar:
Posting Komentar