Rabu, 20 September 2017

OPALO #14

Opalo mencengkeram pergelangan tanganku erat. Kami berlari secepat kaki kami bisa melangkah, menjangkau tangga-tangga. Aku tidak tahu kami lari kemana, aku hanya yakin pada Opalo. Di lorong-lorong rumah sakit yang harusnya tenang meski banyak orang. Kami menjadi pusat perhatian, orang-orang menyingkir memberikan kami jalan.

Terus, hingga keluar dari komplek poliklinik. Kemudian halaman, dan hampir menuju parkiran.

"Mereka akan menangkapku, ambil motor kita, tunggu aku di pintu keluat belakang. Mereka akan mengejarku, kalau mereka tak mendapatkanku, mereka akan mengejarmu dan menjadikanmu sandera. Jadi, jangan sampai tertangkap". Suara Opalo setengah berteriak sambil terus berlari. Di lorong yang berbatasan langsung dengan halaman, Opalo melepaskan tanganku. Ia berlari ke kanan, kirasa mengalihkan perhatian. Aku berlari ke kiri, menuju barisan sepeda motor.

Ku kemudikan dengan segera dan meluncur keluar. Jalanan terminal terboyo selalu ramai. Harus lewat mana aku menuju pintu keluar di bagian belakang rumah sakit. Semuanya tertutup. Jalan satu-satunya hanya memasuki terminal kemudian keluar dari terminal memasuki komplek kecil kumuh di samping terminal. Disana sepertinya ada jalan yang berbatasan langsung dengan Rumah Sakit UNISSULA.

Kuikuti instingku, aku tidak peduli pada klakson-klakson bus dan sepeda motor yang meneriakiku. Bahkan para pria penertib jalan juga berteriak padaku, silahkan kali ini saja.

Benar, di jalam tembus terminal terboyo ada gang kecil yang berbatasan langsung dengan pagar rumah sakit. Aku melihat Opalo di sekitar dua puluh meter di depanku, sedang melompati pagar. Dan dua orang di belakangnya masih berlari, dua orang laki-laki yang mengejar kami. Kutambah kecepatan, dan dengan segera Opalo sudah melompat duduk di jok belakang sambil mendekapki erat. Nafas kami masih terengah-engah.

"Kita kemana?"

"Terus saja, pergi yang jauh. Ke daerah UNDIP, ke kosan si hacker". Teriak Opalo putus-putus. Kuberikan helm yang masih berada di bawah lututku. Ia pakai satu, lalu satu lagi ia pakaikan padaku. Aku mulai tenang. Motor terus melaju, Opalo menunjukkanku jalan ke kostan si Atheis.

Dan ia menyambut kami dengan terperangah.

"Aku minta maaf, aku butuh bantuan. Ini adikku, Anita. Tolong jangan banyak tanya dulu, kau punya minum?". Opalo menerobos masuk begitu si Atheis memberikan kode 'silahkan'. Ia mengambilkan kami gelas plastik. Kami minum dari galon air mineral tanpa dispenser, diletakkan di leher penyangga dengan kran kecil.

Opalo merebahkan tubuhnya di lantai. Aku bersandar. Si Atheis menatap kami, aku juga baru tahu dengan jelas wajahnya yang lumayan tampan. Semacam orang Jawa berkulit putih, mungkin blasteran. Mengenakan kaos oblong hijau tua dan celana dibawah lutut.

"Aku akan keluar, kalau kau sudah siap cerita panggil aku". Katanya lalu keluar.

Ada hal istimewa di kamar kost ini. Tiga LCD komputer dengan layar 20 inc kurang lebih, berjajar membentuk setengah lingkaran. Lalu, kabel-kabel dan CPU komputernya jauh lebih besar dibanding yang biasa kulihat. Aku hanya menduga semua itu pekerjaan hacker. Kamar kost ini lebih luas dari kamar-kamar kost kami dirumah. Dan, ada kulkas mini dipojokan ruangan. Dengan penuh penasaran aku membukanya. Hanya berisi minuman bersoda dingin.

Opalo tertidur, aku bingung. Aku keluar menemui teman lelaki kakakku itu. Kukatakan padanya Opalo tertidur. Lalu dia masuk ke kamar dan memberiku kunci.

"Opalo punya nomorku. Ini kunci kamar. Kalian sebaiknya istirahat di kamar. Ini, kupinjamkan mukena milik ibu kost kalau kalian mau ibadah. Kamar mandinya disana", ia menunjukkan pintu dengan tulisan 'Kamar Mandi' berjarak sekitar sepuluh meter dari depan kamarnya.

"Akan kubelikan makanan dulu, kalau ada apa-apa, suruh Opalo hubungi aku. Kalau cari aku nanti di kamar ini ya" ia menunjuk kamar sebelah, "sana masuk". Ujarnya.

Pemuda itu pergi dengan sepeda motor setelah sebelumnya memasukkan sepeda motor kami ke parkiran. Kurasa ia sering melihat Opalo menggunakan sepeda motor itu.

Baiklah, aku akan berdiam diri dulu menunggu Opalo bangun.

1 komentar: